DPR: Kenaikan Cukai Rokok Bertentangan dengan Omnibus Law Cipta Kerja

DPR: Kenaikan Cukai Rokok Bertentangan dengan Omnibus Law Cipta Kerja
Rokok (Ilustrasi). Foto: Humas Bea Cukai

Sebab, sektor ini turut berkontribusi bagi penerimaan negara, yakni kurang lebih 10% dari total APBN. Jika kinerja melemah, lanjut Indah, ini dapat berpengaruh pada penerimaan negara dari sektor cukai rokok.

Di samping itu, penurunan volume produksi IHT juga berimplikasi pada serapan tembakau dan cengkih. Jika hal ini terjadi, para petani tembakau dan cengkih akan merugi besar.

“Saya berharap pemerintah berpikir ulang jika menaikkan tarif cukai rokok pada 2021, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya,” jelas Indah.

Adapun untuk segmen sigaret kretek mesin (SKM), Indah menyarankan agar kenaikan cukai sebaiknya dilakukan di level moderat yang sesuai dengan laju inflasi.

Meski begitu, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara di sektor cukai rokok dengan cara menutup celah kebijakan cukai, misalnya dengan menyederhanakan struktur tarif cukai rokok sesuai dengan RPJMN 2020-2024.

Apabila simplifikasi diterapkan, pemerintah dianggap tetap menerima pendapatan yang optimal dari cukai rokok, sekaligus melindungi para buruh petani tembakau dan cengkih.

Sementara itu Anggota Komisi VI Fraksi PKS Amin Ak menyatakan kenaikan cukai akan berpotensi meningkatkan peredaran rokok illegal dan penerimaan cukai dari produk hasil tembakau menjadi tidak bisa terserap dengan maksimal.

“Kebijakan pemerintahan Jokowi untuk menaikkan cukai rokok sejak 2015 harus diimbangi dengan upaya pemerintah dalam melindungi petani tembakau agar dapat terus produktif,” tandas Amin.(chi/jpnn)

Kenaikan cukai rokok menurunkan volume produksi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja.


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News