Dua Terpidana Mati Asal Meral Kembali Ajukan PK

Dua Terpidana Mati Asal Meral Kembali Ajukan PK
Terpidana mati A Yam dan Jun Hao saat digiring petugas menuju ruang sidang di PN Tanjungpinang. Foto: batampos/jpg

Pihaknya, lanjut Bernard, juga mempertanyakan barang bukti yang dalam persidangan sebelumnya disebut 6,3 kilogram apa benar terpidana yang menyimpannya.

''Sebelumnya disebut 6,3 kilogram. Tetapi setelah dijumlahkan beratnya menjadi 8,3 kilogram. Itu barang bukti siapa. Mari kita gotong royong untuk mencari kebenaran materil di dalam persidangan ini. Kita semua mencari keadilan secara bersama-sama, jadi bukan persoalan kalah menang,'' ucapnya.

Pihaknya ingin mengetahui bahwa persidangan tanpa pengacara sistem yang diterapkan dalam persidangan seperti apa. Hal itu membuat A Yam lemah dalam pembelaan. Terlebih lagi, A Yam juga tidak bisa berbahasa Indonesia. 

"Apa bener seorang terpidana mati saat disidangkan perkaranya tanpa didampingi pengacaranya. Selama tiga kali persidangan hingga vonis mati, A Yam tidak didampingi pengacaranya. Hanya beberapa minggu saja divonis mati. Adapun disebut-sebut di perkara ada pengacaranya, namun kata A Yam tidak pernah didampingi. Dia tidak bisa berbahasa Indonesia dalam persidangan. Selain itu juga tidak ada penerjemahanya. Ini harus dilihat kembali. Apakah layak dia dihukum mati,'' ucapnya.

Sementara itu, Kasipidum Kejari Tanjung Balai Karimun, Bandry Almi, berpendapat, bahwa seluruh alasan atau pun novum yang diajukan PH terpidana A Ayam dan Jun Hao, didalam memori PK adalah tidak benar dan tidak dapat dijadikan sebagai novum atau keadaan baru yang dapat menimbulkan dugaan kuat bahwa keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung.

''Oleh karena itu kami mohon kiranya majelis hakim agung menolak permintaan PK dari kedua terpidana. Selain itu, menetapkan putusan PN Tanjungpinang pada (12/3) silam, tetap berlaku,''ujar Bandry.

Setelah mendengarkan PK dan tanggapan Jaksa. Majelis Hakim pun menunda persidangan hingga Kamis (1/9) mendatang dan menyatakan akan mendatangkan tiga saksi yakni PH yang mendampingi terpidana sebelumnya, orang yang mengatakan bahwa terdakwa A Yam hanya sebagai pemilik rumah, dan ahli hukum acara pidana.

Seperti diketahui, A Yam dan Jun Hao dijatuhi vonis mati karena membangun pabrik ekstasi yang dianggap yang terbesar di Asia Tenggara (Asteng) pada 2002 silam.(ias/ray/jpnn)


TANJUNGPINANG - A Yam dan Jun Hao, terpidana mati, pemilik pabrik ekstasi di rumah kontrakan Jalan Baran III nomor 62, Kecamatan Meral, Kabupaten


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News