Dulu Seteru, Kini Sekutu: Drama Politik Indonesia Menjelang Pemilu

Dulu Seteru, Kini Sekutu: Drama Politik Indonesia Menjelang Pemilu
Prabowo Subianto dan Budiman Sudjatmiko berpelukan saat deklarasi relawan Prabu Bersatu di Semarang (18/08). (Foto: Facebook/ Prabowo Subianto)

Selain menuai reaksi dari partainya, dukungan Budiman kepada Prabowo juga dikecam oleh rekan-rekannya sesama aktivis 98.

"Deklarasi tersebut bukan hanya menunjukkan Budiman mengkhianati kawan-kawan seperjuangannya, tapi juga mengkhianati keluarga korban penculikan," tutur Petrus Heriyanto, anggota Tim Forum Rakyat Demokratik Pro Korban Penculikan, yang juga mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), partai bentukan Budiman di masa orde baru.

"Lebih dalam lagi, dia telah mengkhianati demokrasi dan nilai-nilai kemanusian," tambah Petrus.

Petrus mengingatkan, hingga kini masih ada 13 aktivis, empat di antaranya kader PRD, yang masih tidak diketahui nasibnya.

Menurut Petrus, Prabowo Subianto seharusnya tidak hanya diberhentikan dari militer pada 1998 karena terlibat penculikan aktivis ini, tetapi juga diproses sampai ke meja hijau.

"Seharusnya menjadi tugas Budiman dan kader PRD lainnya untuk menuntaskan hal ini. Masih ada utang masa lalu yang tetap harus dilunasi. Bukannya malah dikubur dalam-dalam oleh Budiman Sudjatmiko."

Berubah haluan

Tapi Budiman bukan satu-satunya yang berubah haluan politik.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang pada Oktober 2022 lalu mengumumkan akan mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai capres PSI 2024 sesuai hasil Rembuk Rakyat, mekanisme yang dibuat partai itu untuk menjaring nama-nama capres, kini memberi sinyal akan mendukung Prabowo Subianto.

Politisi, partai politik, bahkan relawan juga bisa berbalik arah. Inilah politik Indonesia menjelang pesta demokrasi lima tahunan

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News