Dwiarso, Hakim Kasus Ahok Tolak Karangan Bunga

Dwiarso, Hakim Kasus Ahok Tolak Karangan Bunga
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang putusan di Auditorium Gedung Kementerian Pertanian (Kementan) Ragunan, Selasa (9/5). Foto by: Ricardo

Dwiarso mengawali aktivitasnya dengan mengecek setiap sudut kantor PN Jakut. ’’Semuanya dicek, apakah sudah siap untuk pelayanan hari itu. Termasuk juga sampah dan kondisi toilet,’’ tuturnya.

Bila ada yang dirasa kurang pas, misalnya lingkungan kantor masih kotor, atau ada hal lain yang berpotensi mengganggu layanan, wajahnya akan langsung berubah.

Sudah pasti kepala bagian yang bertanggung jawab akan ditegur. Bernandus pun pernah ditegur oleh Dwiarso karena salah orang saat diminta memanggil seseorang. ’’Kamu tidak memperhatikan,’’ ucap Bernandus menirukan Dwiarso.

Selebihnya, pria kelahiran Surabaya, 14 Maret 1962 itu menjadi sosok panutan para pegawai. Sebab, dia mengubah bawahannya tidak dengan cara menggurui, melainkan memberi contoh.

Misalnya dalam hal kedisiplinan. Dwiarso memberikan contoh disiplin waktu melalui dirinya sendiri. Hasilnya, para staf PN akhirnya meningkatkan disiplin tanpa harus diperintah karena melihat pimpinannya.

Perubahan lain yang dibawa Dwiarso adalah dalam hal etos kerja. ’’Bagi saya, etos kerja kami meingkat, mungkin sekitar 80 persen saat ini,’’ urainya. Itu semata-mata karena Dwiarso memang belum lama menjabat sebagai kepala PN.

Hal lain yang tidak banyak diketahui adalah integritas Dwiarso. Integritas itu tampak dari hal-hal yang kecil. Salah satunya, tutur Bernandus, soal karangan bunga.

Hampir bersamaan dengan kiriman bunga ke balai kota, PN Jakpus juga kebanjiran karangan bunga. Menurut Bernandus, ada puluhan karangan bunga yang dikirimkan ke PN Jakpus.

Dwiarso Budi Santiarto tidak kembali ke kantornya di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, usai sidang pembacaan vonis kasus penodaan agama dengan terdakwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News