E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen

E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen
Toko Tani Indonesia (TTI). Foto dok Kementan

Data TTIC selama 2018 ada sebanyak 1.173 yang mengunduh aplikasi tersebut, baik petani, gapoktan maupun pengelola TTI. Bahkan tahun lalu nilai transaksi E-Commerce mencapai Rp 8,6 miliar. Sedangkan tahun ini hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp 3,5 miliar.

“Kami harapkan hingga akhir tahun nilai transkasi E-Commerce akan lebih tinggi dari tahun lalu,” ujarnya.

Inti yang juga Kepala Bidang Distribusi Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mengatakan, saat ini aplikasi E-Commerce TTI masih sebatas untuk komoditas beras. Namun ke depan, pihaknya berencana mengembangkan untuk komoditas lainnya, seperti cabai dan bawang merah.

Banyak keuntungan aplikasi ini. Bagi produsen menurut Inti, lebih mudah memasarkan produknya. Sedangkan bagi pengelola TTI mendapatkan kepastian barang. Sebab, dalam aplikasi E-Commerce TTI ada pilihan seperti, waktu pengantaran barang, jenis moda transportasi dan nomor kontak masing-masing (gapoktan dan pengelola TTI).

“Karena ada nomor kontak, pengelola TTI dan gapoktan bisa saling bernegosiasi,” ujarnya. Keuntungan lainnya menurut Inti, dapat terlihat transaksi yang sedang berjalan, baik yang sedang proses, sedang berlangsung maupun sudah selesai transaksinya.

Data TTIC, saat ini transaksi terbesar berada di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten. Penjual terbesar ke TTI adalah Gapoktan Sedulur Bae di Tangerang, Banten, selanjutnya Kelompok Tani Wangi Mekar dan Mulya Tani, Bogor. Sementara TTI yang order terbesar adalah Toko Sely di Tangerang dengan jumlah transaksi sebanyak 19 kali atau sebanyak 9,5 ton beras.

Meski E-Commerce TTI mudah diaplikasikan, namun Inti mengakui, tidak semua petani (gapoktan) dan pengelola TTI melakukan transaksi. Di antara penyebabnya adalah terbatasnya kemampuan petani menggunakan aplikasi tersebut.

“Karena itu kami terus melakukan sosialisasi cara penggunaan aplikasi TTI. Pelatihan pun kita lakukan terpisah antara pengurus gapoktan dan pengelola TTI,” tuturnya.

Rendahnya harga di tingkat Petani atau produsen dan melonjaknya harga di tingkat konsumen, karena rantai pemasaran yang cukup panjang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News