Ekstradisi Paulus
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
"Kalian ini hanya dipakai ya? Hanya jadi kuda tunggangan ya?" kata saya pada dirut PNRI saat itu.
Saya tidak memerlukan jawaban. Di BUMN, PNRI digolongkan ke BUMN duafa.
Rupanya Paulus Tanos itu yang mengajaknya bergabung dalam satu konsorsium tender E-KTP. Tanpa itu mana mungkin perusahaan duafa menang tender proyek Rp 2,3 triliun.
PT PNRI memang perusahaan percetakan, tapi tidak punya mesin untuk mencetak e-KTP.
Saya pun meninjau fasilitas mesin cetak yang disiapkan Paulus. Di Jalan Gatot Subroto. Di sebuah gedung baru tinggi. Itu mesin baru. Setidaknya baru didatangkan.
Saya pun bisa langsung menilai: mesin itu tidak akan mampu menyelesaikan proyek besar.Maka, saya bicara apa adanya pada dirut PNRI: sekarang ini, satu kaki Anda sudah di penjara. Pasti. Ini akan terbongkar. Tinggal tunggu waktu.
Proyek e-KTP adalah mulia. Agar sistem kependudukan Indonesia membaik. Ini soal yang amat strategis untuk menyelesaikan persoalan mendasar bangsa. Proyek ini harus selesai. Tapi tidak mungkin dengan alat seperti itu.
Akhirnya KPK turun tangan. Dirut PNRI masuk penjara. Pejabat tinggi bidang kependudukan Kemendagri dihukum juga.
Perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Presiden Jokowi ini harus diratifikasi DPR. Memang belum ditentukan waktunya, tetapi sudah bisa dipastikan persetujuannya.
- Srikandi PLN Indonesia Power Raih Anugerah Women’s Inspiration Awards 2025
- Refleksi Hardiknas 2025, Lita Nilai Kesenjangan Pendidikan Masih Jadi Tantangan Besar
- KPK Ingatkan Guru & Dosen: Gratifikasi Bukan Rezeki
- KPK Periksa Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Korupsi Fasilitas Kredit
- Dasco Dinilai Tunjukkan Gaya Kepemimpinan DPR yang Aspiratif
- Dokter Konsumen