Etika Politik Jadi Pembahasan Seru Dalam Diskusi Empat Pilar MPR

Etika Politik Jadi Pembahasan Seru Dalam Diskusi Empat Pilar MPR
Anggota MPR dari Kelompok DPD Akhmad Muqowam, anggota Fraksi Nasdem MPR Johnny G. Plate dan Pakar Psikologi Politik Irfan Aulia (kanan ke kiri) dalam Diskusi 4 Pilar MPR RI di Media Center Parlemen, Senin (11/3). Foto: MPR RI

Johnny menegaskan, di ruang publik terutama terkait Pilpres 2019 ada beberapa kekhilafan etika yang luar biasa besarnya yakni, pertama ada fenomena dan upaya-upaya mengalihkan isu kontestasi pilpres menjadi ajang evaluasi negatif kinerja salah satu capres menjadi keunggulan capres lainnya.

Kedua, dalam kontestasi pilpres ada upaya-upaya penggiringan dan pembenturan antara capres dengan kabar-kabar hoaks serta fitnah. Hal ini, menurut Johnny harus disadari betul-betul bangsa Indonesia. Konstestasi pilpres semestinya diisi dengan adu gagasan, adu program, adu visi dan misi dengan tetap menjaga di koridornya yakni persatuan dan kesatuan bangsa.

“Untuk itu peran seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga etika politik kita tetap berjalan di koridor tersebut. Salah satu elemen bangsa tersebut adalah pers nasional yang merupakan pilar demokratis yang penting dalam menjaga kualitas demokrasi kita serta diharapkan mampu memastikan demokrasi kita atau politik kita berada di dalam aturan dan batasan-batasan etika,” paparnya.

Dalam kesempatan yang sama Akhmad Muqowam mengungkapkan, dalam berdemokrasi etika politik terutama dalam konteks kontestasi pileg dan pilpres, semuanya yang terlibat dalam proses demokrasi baik parpolnya, calegnya, capresnya, pemilihnya dan seluruh masyarakat harus beretika dan menjalankan etika tersebut. Jika semua beretika maka akan muncul kedamaian.

“Namun, memang faktanya, baik dalam kontestasi pileg dan pilpres terjadi proses ‘dis’ yang sangat luar biasa. Tapi, saya tegaskan masih ada harapan. Artinya, bangsa ini memiliki agama, Pancasila, nilai dan budaya.

Yang terpenting, yang harus sama-sama di pahami adalah etika ada dalam ruh dari ideologi yang kita sepakati bersama yakni Pancasila, saripati nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila itu harus menjadi etika kita dalam berpolitik,” tandasnya.

Berbicara soal etika politik Pakar Psikologi Politik Irfan Aulia menjabarkan terutama terkait pada kontestasi pilpres dan pileg 2019. Menurut Irfan masyarakat pemilih, memilih karena pertimbangan tiga hal utama yakni, memilih karena sama identitasnya, memilih karena valuenya sama, dan memilih karena emosinya sama.

“Lalu mengapa ada konflik saat pemilihan, ini disebabkan karena differensiasinya ‘gak jelas. Hal ini terjadi pada kontestasi pilpres antara capres 01 dan 02. Pemilih melihat dari sisi identitas dua capres itu sama, sama-sama orang Jawa, sama-sama pernah menjadi birokrat. Dari sisi value, sama juga, sama-sama Pancasila. Tapi dari sisi emosi, ini yang beda dan ini yang dimainkan, maka banyaklah bermunculan serangan hoaks-hoaks,” ungkapnya.

Etika banyak dilihat dan dinarasikan sebagai sosok penengah, penawar, pengingat atau sosok bijak dalam ranah perdebatan, diskusi, perbuatan, perilaku di tataran masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News