Fahira Idris: Demonstrasi Bukan Ancaman

Fahira Idris: Demonstrasi Bukan Ancaman
Fahira Idris. Foto: Dok. DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komite I DPD Fahira Idris mengatakan sebagai konsekuensi memilih menjadi negara demokrasi, maka lewat konstitusi harus membuka kran selebar-lebarnya, serta memberi perlindungan keamanan dan hukum bagi rakyatnya untuk menyampaikan aspirasi, kritik, bahkan kecaman terutama kepada lembaga-lembaga negara yang biayai oleh uang rakyat.

Menurut dia, dari sekian banyak cara menyampaikan aspirasi, demonstrasi menjadi salah satu pilihan yang dianggap paling efektif. Fahira mengungkapkan selama demonstasi digelar secara damai, tertib, tidak anarkistis, serta mematuhi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan aturan lainnya, maka negara atau aparatur pemerintah wajib melindungi hak asasi warga negara yang berdemontrasi.

Negara juga harus menghargai asas legalitas dan prinsip praduga tidak bersalah, dan yang juga penting menyelenggarakan pengamanan untuk warganya.

“Demonstrasi damai harus dilindungi, tidak boleh dihalangi. Amanat undang-undangnya jelas. Bahkan, jika ada pihak yang menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dipidana,” kata Fahira, Selasa (21/5).

BACA JUGA: Fahira Idris: Evaluasi Total Penyelenggaraan Pemilu 2019

Senator DKI Jakarta yang menjadi pimpinan komite bidang persoalan politik, hukum, HAM, itu menyatakan sejak 1998, penyampaian aspirasi lewat demonstrasi sudah menjadi pemandangan biasa, dan sejauh ini baik-baik saja. “Kenapa akhir-akhir ini menjadi persoalan yang dianggap begitu mengancam,” heran Fahira.

Menurut Fahira, setiap gelaran pemilu yang diselenggarakan pasca-reformasi 1998 harus menjadi tangga bagi bangsa ini agar semakin dewasa dalam berdemokrasi. Semakin dewasa dalam berdemokrasi, mengandung arti bahwa siapa pun yang berkuasa harus menjamin kemerdekaan rakyatnya menyampaikan pendapat di muka umum secara damai, bukan malah sebaliknya.

“Penyumbatan kemerdekaan berpendapat sama saja mengamputasi demokrasi dan ini berbahaya bagi kehidupan berbangsa kita. Jangan demokrasi kita gunakan hanya untuk meraih kekuasaan, tetapi setelah berkuasa tidak mau menanggung konsekuensi dari demokrasi itu sendiri yaitu kemerdekaan rakyat menyampaikan pendapat di muka umum,” ujarnya. (boy/jpnn)


Fahira Idris mengatakan, kran harus dibuka selebar-lebarnya bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi, kritik, bahkan kecaman terutama kepada lembaga-lembaga negara yang biayai oleh uang rakyat.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News