Fenomena Startup, Hendra Sebut Istilah Popcorn

Fenomena Startup, Hendra Sebut Istilah Popcorn
Fenomena krisis yang dihadapi startup saat ini. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

"Memang sebagian dari kerugian tersebut akibat inefisiensi para startup dalam mengelola keuangan dan dana investasi, misalnya seperti memberi gaji besar dan fasilitas mewah kepada para pekerja dengan tujuan branding atau jor-joran dalam membakar uang," dia melanjutkan.

Hendra menunjuk contoh GoTo sebagai perusahaan startup terbesar di Indonesia yang baru-baru ini melakukan PHK terhadap 1.300 pekerja.

“Startup Indonesia melakukan PHK dan bahkan tutup permanen sudah ada puluhan, tetapi GoTo istimewa. Sebelum IPO mereka sudah menyandang status decacorn. Pasca-IPO mereka meraup triliunan Rupiah baik dari pencatatan saham maupun investasi Telkomsel.”

“Bagaimana mungkin mereka masih bisa merugi? Apalagi seharusnya mereka memperoleh keuntungan besar dengan suasana pandemi beberapa tahun terakhir karena orang-orang tidak bisa keluar rumah sehingga harus mengandalkan jasa mereka seperti mengantar barang dan makanan. Buktinya mereka meraup pendapatan kotor Rp 16 triliun di kuartal III ini,” tanya Hendra.

Dugaan Hendra, PHK massal tersebut karena GoTo sedang melakukan efisiensi setelah bertahun-tahun melakukan praktek membakar uang secara berlebihan namun memakai kondisi ekonomi global sebagai dalih untuk sembunyikan alasan sebenarnya.

“Sepertinya kita harus menambah istilah baru untuk startup yang seolah bervaluasi miliaran, tetapi tidak sehat, yaitu popcorn."

"Popcorn itu dari luar putih, indah, dan memancing indra penciuman, tetapi di dalam berminyak dan banyak garam sehingga tidak sehat mengkonsumsi berlebihan,” ungkap Hendra. (rdo/jpnn)


Hendra Setiawan menyebut kita harus menambah istilah baru untuk startup yang seolah bervaluasi miliaran, tetapi tidak sehat, yaitu popcorn


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News