FSP RTMM-SPSI Sampaikan 3 Tuntutan Soal Penolakan Pasal Tembakau di RUU Kesehatan

FSP RTMM-SPSI Sampaikan 3 Tuntutan Soal Penolakan Pasal Tembakau di RUU Kesehatan
Para pekerja di industri tembakau (Ilustrasi). Foto dok Bea Cukai

Oleh karena itu, jika IHT terus menerus diserang dengan aturan yang tidak memihak para pekerja, maka para pekerja yang mayoritas perempuan ini akan kehilangan mata pencaharian tunggal.

“Mereka umumnya memiliki pendidikan terbatas, dapat diserap oleh IHT. Di daerah, industri ini berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Bekerja pada IHT merupakan kebanggaan para pekerja, karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal,” tambahnya.

Sementara itu, jika dilihat lebih luas lagi, sektor IHT merupakan salah satu penyumbang besar pendapatan negara lewat cukai.

Direktorat Jenderal Bea Cukai bahkan menargetkan peningkatan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar lebih dari Rp 13 triliun pada tahun ini, di mana target CHT pada 2023 dipatok sebesar Rp 232 triliun sementara realisasi pendapatan CHT sepanjang tahun lalu mencapai Rp 218,62 triliun.

“Kita sama-sama tahu, produk tembakau adalah produk legal yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pemasukan negara,” tegas Sudarto.

“FSP RTMM-SPSI memiliki total anggota sebanyak 229.222 pekerja yang di mana 64.79% atau sekitar 148.509 bekerja pada sektor IHT. Jadi, kami memiliki kepentingan dari perubahan regulasi pertembakauan di Indonesia. Sudah selayaknya pekerja atau perwakilan pekerja di sektor IHT dilibatkan dalam pembentukan RUU ini,” imbuh Sudarto.(chi/jpnn)

Ada tiga tuntutan yang disampaikan oleh perwakilan FSP RTMM-SPSI terkait pasal tembakau di RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR.


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News