GA-Nose GeNose

Oleh: Dahlan Iskan

GA-Nose GeNose
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Sekarang ini, Garuda melakukan apa pun sulit mengharapkan hasil: begitu sedikit orang yang naik pesawat.

Yang sedikit itu pun menyakitkan perasaan Garuda. Begitu ada yang mau naik pesawat, mereka harus melakukan PCR lebih dulu: mengidap Covid atau tidak. Melakukan PCR itu sendiri tidak seberapa berat, tetapi biayanya itu! Yang lebih mahal dari harga tiketnya.

Ibarat kita mau makan di restoran dengan harga menu Rp 500.000. Kita harus PCR dengan biaya Rp 600.000. Betapa sakit hati si pemilik restoran. Untuk apa capai-capai bikin restoran, pendapatan terbesarnya untuk pengusaha PCR.

Saya pernah berharap banyak pada penemuan anak bangsa bernama GeNose. Yang diciptakan Prof Dr Ir Kuwat Triyana dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang biayanya begitu murah. Hanya Rp 15.000. Yang proses tesnya begitu cepat: tiga menit.

Caranya juga sangat mudah: hanya meniupkan napas ke kantong plastik.

Namun, sambutan pada GeNose begitu mengecewakan. Saya belum pernah mendengar adanya dukungan nyata yang berarti bagi GeNose. Seolah semua tersedot ke PCR dan rapid test.

Padahal bayangan saya dulu: di bandara-bandara akan berjajar ratusan GeNose. Ini karya anak bangsa. Yang dipakai secara masal. Betapa bangga ya.

Lalu terlihatlah semua penumpang melakukan tes dengan alat temuan anak bangsa sendiri. Bangga. Terharu.

Mengapa Garuda tak mengakuisisi perusahaan GeNose itu? Lalu lobilah pemerintah. Agar Garuda boleh menggunakan GeNose.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News