Gading Wulan

Oleh: Dahlan Iskan

Gading Wulan
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Wulan anak nomor 9 dari 10 bersaudara. Banyak kakaknya yang sakit-sakitan. Dari situlah keinginan sang ibu lahir. Wulan harus jadi dokter. "Saya lupakan arsitektur. Saatnya saya menunjukkan bakti ke ibu," ujar Wulan.

Wulan lulus tes di Universitas Brawijaya, Malang. Tidak terlalu jauh dari ibunyi di Kediri.

Setelah kembali dari Rote, Wulan mengambil spesialis patologi. Juga di UB Malang. Di kota Arema itu pula Wulan  mendapat jodoh: dokter spesialis bedah jantung vaskuler.

Tapi bukan itu yang akan diceritakan hari ini. Itu tidak penting bagi pembaca yang suka durian. Tidak penting pula bagi yang suka makan Soto Banjar. Bakso Krian. Sate Tegal. Tengkleng Solo. Apalagi Nasi Kapau.

Wulan sendiri akhirnya  menjalani hidup yang sebenarnya tidak dia inginkan: KetoFastosis. Yang awalnya begitu berat.

Semua itu demi kakak nomor 8. Yang hanya beda umur 1,5 tahun. Masih seperti sebaya. Seperti teman sepermainan. "Saya memang sayang sekali ke kakak nomor 8 itu," ujar Wulan.

Sang kakak sakit. Kanker pita suara. Awalnya suara sang kakak hanya berubah. Serak. Kian serak. Lalu suara itu hilang sama sekali.

Wulan sedih.

Dia seorang dokter. Spesialis patologi klinis. Namanyi: Wulan. Sudah menjelajah daerah yang paling dihindari seorang dokter baru: Papua.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News