Gerindra Tolak Kursi Ketua DPR

Gerindra Tolak Kursi Ketua DPR
Gerindra Tolak Kursi Ketua DPR

jpnn.com - JAKARTA - Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau dikenal dengan UU MD3 yang menyatakan bahwa partai pemenang pemilu tidak secara otomatis mendapat kursi ketua DPR, membuka peluang partai lainnya untuk menduduki kursi tertinggi di parlemen. Namun, Partai Gerindra lebih memilih untuk mempersilahkan kader partai lain mendudukinya.   

Partai Gerindra tidak akan mengajukan kader untuk dicalonkan menajdi  pimpinan DPR. Mereka akan menyerahkan posisi ketua dan wakil ketua kepada partai yang tergabung dalam koalisi permanen. "Gerindra memberi kesempatan kepada yang lain," kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat di Gedung DPR, Senayan, Kamis (14/8).
    
Martin mengaku, tidak masalah jika partainya kehilangan posisi pimpinan DPR. Meski pun Gerindra menjadi partai peraih suara terbesar ketiga di pileg. "Kami ingin orang-orang yang memimpin DPR bisa memperkuat fungsi pengawasan kepada pemerintah. Intinya kami memberi kesempatan kepada rekan-rekan sekoalisi kami," ujarnya.
    
Gerindra, lanjut Martin, berharap koalisi permanen yang sudah digagas sejak pilpres kemarin, bisa menguatkan visi misi pembangunan di pemerintahan mendatang. Karena itu, koalisi akan mengedepankan kepentingan bangsa ketimbang kelompok. "Jadi koalisi permanen ini mematangkan visinya dalam melihat pembangunan bangsa ke depan," katanya.
    
Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia  Perjuangan (PDIP) sebagai partai pemenang pemilu, saat ini tengah menunggu putusan hasil uji materi atas UU MD baru di Mahkamah Konstitusi (MK). ‚ÄúKita optimistis menang di MK. Kita juga sudah menyiapkan empat kader untuk duduk sebagai Ketua DPR RI, Ketua MPR RI, serta Ketua Fraksi PDIP di DPR maupun MPR," papar Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.
    
Menurut dia, PDIP saat 2004 dan 2009 juga mendukung partai pemenang pileg menempatkan kader sebagai Ketua DPR RI. Karenanya, lanjut Tjahjo, secara etika PDIP yang memenangi pileg 2014 juga mestinya didukung menempatkan kadernya menjadi ketua DPR.
    
Tjahjo juga menegaskan bahwa pemilu merupakan ajang untuk merebut mandat rakyat. PDIP, tegasnya, di pemilu lalu jelas mengantongi mayoritas mandat rakyat. "Kita sudah dua pemilu lho mendukung pemenangnya menempati kursi Ketua DPR. Kalau sekarang kita dihambat, terus di mana etika politiknya" Ini masalah mandat rakyat,” paparnya.
    
Sebelumnya, pada 24 Juli lalu PDIP menggugat UU MD3 ke MK. Alasannya, UU baru itu dianggap menyalahi UUD 1945. Ketentuan yang dipersoalkan adalah pasal pasal 84 UU MD3 baru yang menyebutkan bahwa pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.
    
Sementara di UU MD3 lama tidak diperlukan pemilihan untuk mengisi kursi pimpinan DPR. Sebab, partai pemenang pemilu otomatis berhak atas kursi Ketua DPR. Undang-undang ini jelas bisa membuyarkan harapan PDIP sebagai pemenang pemilu legislatif (pileg) untuk memiliki kader sebagai Ketua DPR RI. 
    
Pasalnya, UU MD3 baru telah merevisi ketentuan dari UU sebelumnya yang mengatur bahwa partai pemenang pileg secara otomatis berhak menempatkan kadernya sebagai ketua di lembaga legislatif. (dms)


JAKARTA - Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau dikenal dengan UU MD3 yang menyatakan bahwa partai pemenang pemilu tidak secara otomatis mendapat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News