Golput Tinggi Karena Minim Paslon

Golput Tinggi Karena Minim Paslon
Pilkada. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Kedua, lanjut Atang, masyarakat Kota Kupang sangat dinamis. Mobilitas masyarakatnya juga sangat tinggi. Sehingga bisa jadi pada saat yang bersamaan dengan pelaksanan Pilwalkot, masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tidak berada di tempat.

Ketiga, kata Atang, lebih disebabkan faktor politis, yakni minimnya kontestan yang tampil. Akibatnya, masyarakat tidak punya alternatif pilihan lain, selain kedua paslon yang ada. Dan ketika pemilih ternyata tidak senang dengan kedua paslon, bisa jadi mereka mengambil sikap untuk tidak memilih/golput.

“Apalagi ada dua paslon independen yang digugurkan pada tahap verifikasi dukungan. Tentunya mereka punya pendukung fanatik,” ungkapnya.
Faktor keempat yang juga menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih, demikian Atang, yakni tidak maksimalnya sosialisasi, baik yang dilakukan penyelenggara (KPU) maupun oleh partai politik dan paslon.

“Tugas sosialisasi bukan hanya tanggung jawab peneyelenggara. Parpol dan paslon harus mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pilkada,” tandasnya.

Dengan tingginya angka golput yang hampir mencapai 30 persen, Atang menyimpulkan, hasil Pilkada tetap legal secara formal. Namun, legitimasinya masih kurang. Artinya, Paket FirManmu secara hukum sah sebagai Paslon terpilih, tetapi dari sisi pengakuan publik, memang masih kurang.(sam/r2/ito/fri/jpnn)


Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kupang belum secara resmi menetapkan hasil perolehan suara pasangan calon pada Pilwalkot Kupang. Kendati demikian,


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News