Guru Chat Box

Oleh Dahlan Iskan

Guru Chat Box
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Mengapa sang guru tidak mau mewajibkan muridnya meng-on-kan kamera?

Baca Juga:

Sang guru khawatir akan menimbulkan masalah pribadi yang peka. Misalnya, si murid ternyata miskin. Ia akan merasa minder kalau bagian di rumahnya terlihat jelek di layar.

Atau masalah sensitif lainnya. Misalnya, di kamar itu si murid berjejal dengan saudaranya.

Bahkan, bisa jadi si murid membuka laptop atau HP di toilet. Bukan karena lagi buang hajat, melainkan hanya itulah tempat yang tenang di rumahnya. Yang bisa terhindar dari keributan anggota keluarga lainnya.

Dari memberikan waktu chatting antar-murid itu, sang guru juga bisa tahu munculnya singkatan-singkatan baru. Yang belum ada sebelum pandemi.

Misalnya, kini murid menulis Idk untuk mengatakan I don’t know. Atau ofc untuk of course. Dan hbu untuk how about you –bukan hay.

Yang juga baru bagi sang guru adalah begitu banyaknya emoji yang digunakan para siswa. Sang guru harus belajar memahami arti emoji untuk memperoleh arti ekspresi sebenarnya yang diinginkan siswa.

Sebelum pandemi, guru bisa memahami respons siswa dengan melihat ekspresi wajah anak didik. Atau memperhatikan gerak tubuh. Di kelas online, guru harus pandai memahami ekspresi siswa di balik emoji yang ditampilkan.

Saya membayangkan betapa sulit menjadi guru di era online sekarang ini. Yang kelihatannya masih akan berlanjut. Setidaknya enam bulan ke depan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News