Guru Nyambi Pengayuh Becak, Demi Hidupi Tiga Anak

Guru Nyambi Pengayuh Becak, Demi Hidupi Tiga Anak
Guru Nyambi Pengayuh Becak, Demi Hidupi Tiga Anak

Ketika guru lain bisa beristirahat, Sugeng masih harus menjalani profesi sampingannya. Penampilannya pun berubah drastis. Jika saat mengajar ia mengenakan kemeja batik, ketika mengayuh becak baju itu ia ganti dengan baju kotak-kotak lengan pendek yang sudah mulai pudar warnanya. Saat itu ia hanya mengenakan celana hitam selutut dipadu dengan sandal jepit merah dan topi coklat yang melindungi kepalanya dari sengatan matahari.

Setelah mengecek kondisi becak kesayangannya, dengan penuh percaya diri, Sugeng lantas mengayuh menuju Pasar Tugu TkT. Terik mentari dan derasnya hujan sudah menjadi bagian hidupnya. Namun, itu semua tidak menjadi halangan berarti untuk terus mengayuh becak hitamnya. Tak jarang, ban becaknya kempis di tengah jalan. Jika sudah begitu, artinya ia harus merelakan sebagian penghasilannya melayang.

Padahal, uang penghasilan itulah yang ia pakai untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya. Yaitu Ratih Sepsilawan (17) yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA; Surya Galih (14) duduk di kelas 2 SMP dan si bungsu, Singgih Remili Darma (12) duduk di kelas 6 SD.

Sayang, saat ini ketiga buah hatinya itu harus rela kehilangan kasih sayang ibu mereka. Sebab, sejak Maret 2011, sang istri memilih untuk meningggalkan Sugeng dengan alasan tidak mau hidup susah. Penderitaan Sugeng makin lengkap karena sejak beberapa tahun terakhir, sebuah virus yang belum diketahui jenisnya menggerogoti syaraf belakang kepalanya. Akibatnya, sebagian wajah Sugeng sempat berubah bentuk.

Tahun ini genap 18 tahun, Sugeng menjalani profesi gandanya sebagai guru SMP dan pengayuh becak. Tidak pernah sedikitpun terlontar keluhan dari bibirnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News