Hampir Setiap Pekan Ada Pasien Gagal Ginjal Meninggal

Hampir Setiap Pekan Ada Pasien Gagal Ginjal Meninggal
Pendiri komunitas pasien cuci darah Tony Samosir saat berada di Kawasan Kemang, Jakarta, Selasa (18/7/2017). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

Awalnya, pihak rumah sakit bersikukuh bahwa tabung dialyzer-nya bisa digunakan sampai 30 kali. Namun, setelah audiensi dengan BPJS dan Pernefri, pihak RS tak bisa berkutik.

“Pernefri bilang sudah ada surat edaran yang menyatakan tabung dialyzer maksimal digunakan delapan kali. Rumah sakit mengambil untung dengan cara tersebut,” ungkapnya.

Kebijakan yang merugikan juga pernah dialami Muhammad Atok Irrohman. Pria yang sejak 2014 divonis gagal ginjal itu sempat direpotkan RS tempatnya menjalani cuci darah.

Tepatnya setelah hijrah ke Semarang. Kala itu RS memiliki kebijakan nyeleneh soal libur pada hari Minggu dan tanggal merah.

“Kami bingung, padahal hari Minggu itu jadwal Mas Atok cuci darah,” ujar Catur Widyanti, pendamping pasien yang juga calon istri Atok.

Dia menyatakan, meski hanya libur sehari, hal itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Bagi pasien cuci darah, terlambat sehari sama dengan membiarkan racun dalam darah semakin banyak.

Jika hal itu sering terjadi, kondisi organ tubuh lain bisa terdampak. “Calon suami saya kalau telat cuci darah, efeknya gatal, sesak napas. Itu juga dirasakan banyak pasien lain,” imbuhnya.

Sadar dampaknya tidak enteng, berbagai protes pun dilayangkan. Mulai menghadap langsung ke petugas hingga menyampaikan surat protes. Namun, hasilnya tetap nihil. Semua upaya itu tidak ditanggapi sedikit pun.

Para penderita gagal ginjal berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya mendapatkan layanan pengobatan yang layak. Baru dua tahun, sudah ribuan pasien

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News