Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Pemerintah Didesak Sederhanakan Struktur Cukai Rokok

Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Pemerintah Didesak Sederhanakan Struktur Cukai Rokok
Ilustrasi cukai rokok. Foto: Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, struktur tarif cukai rokok di Indonesia masih terlalu kompleks dan rumit. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat harga produk tembakau itu tetap terjangkau, sehingga konsumsinya terus meningkat.

"Harga rokok yang murah juga dapat berkontribusi bagi semakin meningkatnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu, kerumitan struktur tarif cukai rokok juga telah menimbulkan sejumlah persoalan lainnya," kata dia dalam keterangan tertulis memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Senin (31/5).

Ia menyebut, kerumitan ini memungkinkan perusahaan rokok besar melakukan tax avoidance dengan cara membayar tarif cukai rokok yang lebih rendah sehingga penerimaan negara tidak optimal. Untuk itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 untuk membuat roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai rokok.

"Namun baru setahun berjalan, roadmap ini dibatalkan pada 2019. Pembatalan ini menjadi sebuah pertanyaan tentang komitmen Pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok. Apalagi, pembatalan roadmap penyederhanaan ini disinyalir berbagai pihak terjadi akibat kuatnya intervensi dan lobby industri rokok," ungkapnya.

Saat ini, rencana penyederhanaan struktur tarif cukai rokok kembali masuk dalam agenda Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024. Komitmen pemerintah untuk melakukan penyederhanaan ini perlu diawasi pelaksanaannya mengingat jika gagal diterapkan, maka keberadaan rokok murah akan terus marak.

"Hal ini berpotensi menggagalkan program Presiden Joko Widodo sebagaimana diatur dalam RPJMN 2020-2024 khususnya target prevalensi merokok untuk penduduk di bawah 18 tahun. Tidak saja berdampak pada prevalensi perokok remaja, kerumitan struktur tarif cukai rokok juga menyebabkan penerimaan negara menjadi tidak optimal," tegas dia.

Berdasarkan penelitian Bank Dunia, potensi penerimaan negara dari cukai rokok yang akan didapatkan dengan melakukan reformasi cukai pada 2020 mencapai 0,7 persen dari total PDB Indonesia. Potensi penerimaan negara dari cukai ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan naiknya tarif cukai rokok.

"Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia dan sekaligus mencegah semakin tingginya konsumsi merokok pada kalangan remaja akibat peredaran rokok murah, maka kami mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok sesuai dengan mandat RPJMN 2020-2024," pungkasnya. (dil/jpnn)

Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, struktur tarif cukai rokok di Indonesia masih terlalu kompleks dan rumit


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News