Hati-hati, Depresi Bisa Menular

Hati-hati, Depresi Bisa Menular
Ilustrasi depresi. Foto: AFP

jpnn.com - Depresi adalah salah satu kondisi mental yang sudah tidak asing lagi di telinga. Tidak hanya menyebabkan penderitanya jadi stres dan mudah cemas, depresi juga bisa ditularkan pada orang lain. Bukan seperti penyakit yang langsung menular, ada beberapa proses yang akhirnya menyebabkan seseorang jadi ikutan depresi.

Transfer suasana hati dan emosi

Dilansir dari Healthline, depresi tidak hanya memengaruhi sang penderita, tapi juga bisa menyebar ke orang lain. Misalnya, apabila ada satu orang yang mengalami depresi dalam suatu kelompok, terjadi transfer suasana hati, perilaku, dan emosi di antara orang-orang dalam suatu kelompok.

Terkait hal ini, sebuah penelitian pada 2015 pernah melakukan uji coba pada seekor tikus. Para peneliti memicu depresi pada tikus dengan memaparkan mereka pada stres yang tak terduga dan tak terkendali selama beberapa minggu. Misalnya, menyalakan lampu terang selama 48 jam dan menumpahkan air di tempat tidur mereka.

Stresor ini dianggap cukup menekan tikus, yang ditunjukkan dengan tikus menjadi kurang tertarik pada air gula (salah satu favoritnya). Ini adalah penanda anhedonia yang merupakan gejala khas depresi, yakni kehilangan atau penurunan dalam minat, motivasi, dan kesenangan dalam beraktivitas.

Setelah tikus menjadi depresi, para peneliti memasukkan ‘teman sekamar’ baru. Dalam beberapa minggu, tikus baru tersebut menunjukkan gejala yang sama dengan rekan mereka yang depresi. Karena itulah, peneliti berkesimpulan bahwa depresi dapat bersifat menular.

Menurut dr. Lidya Heryanti, Sp. KJ kepada KlikDokter, mencurahkan isi hati—terutama cerita tentang kecemasan, kesedihan, dan ketakutan—dapat memicu orang lain ikut merasakan rasa sedih dan depresi yang sedang dialami si pencerita.

“Tidak pernah ada yang tahu bagaimana kondisi setiap orang yang membaca curhatan Anda di media sosial. Ada yang prihatin dengan keadaan yang sedang menimpa Anda, tapi ada juga yang jadi ikut merasakan hal yang sama dan berubah menjadi semakin frustrasi dan depresi mendengarnya,” ujar dr. Lidya. 

Faktanya, memiliki perbandingan sosial dan interpretasi pada orang-orang yang bahagia dan optimistis, bisa juga memengaruhi Anda.

Sumber klikdokter

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News