HNW: Paham Sejarah Agar Tak Abai Masalah Bangsa

HNW: Paham Sejarah Agar Tak Abai Masalah Bangsa
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menghadiri acara Musabaqah Hifzhil Qur'an (MHQ) Ke-4 Tingkat ASEAN. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan bentuk negara federal dan atau serikat tidak cocok diterapkan pada negara kepulauan. Sistem itu disebut tepat bila diterapkan pada negara daratan.

Hal ini disampaikan hadapan ratusan warga Tanah Abang, Jakarta, saat Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Ketika sistem itu diterapkan di Indonesia, sebagai negara kepulauan, akibat Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, Desember 1949, di mana Indonesia harus berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), hal demikian membuat kegelisahan bagi Politikus Partai Islam, Masyumi, Mohammad Natsir.

Betapa tidak gelisah sebab Indonesia terbagi dalam 16 negara bagian. Menyedihkan kembali, kekuasaan tertinggi RIS berada di tangan Ratu Belanda Ratu Juliana.

Natsir melihat perjanjian KMB merugikan Indonesia, sebab Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 menghendaki NKRI sebagai bentuk negara bukan RIS. Akibat perjanjian itu, UUD Tahun 1945 pun diganti dengan UUD RIS.

Untuk itu pada 3 April 1950, Natsir di depan anggota Parlemen melakukan pidato dengan tema Mosi Integral. Dalam pidato itu, Natsir menolak hasil KMB.

"Dan mengingingkan Indonesia kembali ke NKRI", ujarnya.

Pidato itu menurut HNW didukung oleh semua fraksi dan rakyat Indonesia. "Hingga akhirnya kita kembali ke NKRI pada 17 Agustus 1950", tuturnya.

Umat Islam diingatkan untuk lebih mengenal sejarah bang Indonesia agar tidak abai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News