Honor tak Seberapa, Nyawa Melayang setelah Dipukul Siswa

Honor tak Seberapa, Nyawa Melayang setelah Dipukul Siswa
Pembina Pramuka SMA Maarif 1 Pamekasan Fadoli melakukan tabur bunga di atas foto almarhum Achmad Budi Cahyanto. Foto: MAM S. ARIZAL/Jawa Pos Radar Madura

jpnn.com, SAMPANG - Kasus murid SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, inisial HZF yang memukul gurunya, Achmad Budi Cahyanto, hingga meninggal dunia, mendapat perhatian luas masyarakat.

Pengamat pendidikan Achmad Muhlis menilai, peristiwa memalukan tersebut mengindikasikan telah terjadi pergeseran nilai dalam pendidikan.

Siswa zaman sekarang kurang hormat kepada guru. Padahal, kebiasaan orang Madura sejak dulu sangat menghormati guru.

”Ini mencoreng budaya dan potret pendidikan di Madura. Padahal, di Madura istilah buppa’, babbu’, guru, rato sangat melekat dan menjadi pegangan sejak dahulu,” kata pemenang Madura Awards kategori pendidikan tersebut, Jumat (2/2).

Menurut dia, maraknya perlawanan kepada guru juga menjadi implikasi dari undang-undang perlindungan anak. Anak atau orang tua tidak begitu paham mengenai undang-undang. Seolah-olah siswa memiliki kekuatan besar untuk melawan.

Padahal, kata dia, undang-undang itu untuk melindungi anak, bukan untuk disalahartikan yang berakibat guru tidak bisa berkutik untuk memberikan punishment.

”Undang-undang diberlakukan agar tidak semena-mena mendidik peserta didik. Tapi terkait tindakan guru di Sampang, itu masih sangat wajar karena tidak ada penyiksaan fisik (guru hanya memoleskan cat air ke pipi HZF, red). Anak itu menyikapinya berlebihan,” tegasnya.

Dia berharap dinas pendidikan (disdik) semakin menguatkan pendidikan karakter dan kejadian serupa tidak terjadi lagi. Kejadian di Sampang harus menjadi pemicu untuk semakin memperhatikan etika siswa.

Guru honorer, Achmad Budi Cahyanto, meninggal dunia usai dipukul muridnya.Honor yang diterimanya selama ini tidak seberapa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News