Hukuman Penjara Menggugurkan Kewajiban Melunasi Utang?
Debitur seperti ini dikenal dengan istilah debitur yang muflis (bangkrut). Cirinya, total aset yang dimilikinya lebih kecil dari jumlah kewajibannya. Oleh karenanya, aset yang dimilikinya berhak untuk disita.
Pemberian sanksi berupa ta’dib berlaku selama mereka masih ada i’tikad baik untuk melunasi, atau mengembalikan harta utang mereka.
Akan tetapi, bila tidak ada niatan melunasi, maka pihak negara boleh melakukan penyitaan aset yang dimiliki debitur tersebut, dan melelangnya guna menutupi kewajiban-kewajibannya.
Sanksi bagi pelaku dan penanganan harta korupsi
Korupsi dalam pandangan Islam setara dengan tindakan atau upaya mengamuflasekan asal-usul harta kekayaan. Tindakan ini dikenal sebagai perilaku al-ghisy (pengaburan) atau al-ghabn (kecurangan).
Ibn Yunus al-Shaqli (w. 451 H), salah satu ulama otoritatif dari kalangan Malikiyah menyampaikan bahwa:
Rasul SAW telah melarang berbuat pengaburan dan penipuan. Beliau bersabda:
“Barang siapa berbuat koruptif, maka ia bukan termasuk golongan kita.” (Al-Jami’ li Masail al-Mudawwanah, juz 14, halaman 199).
Bagaimana dengan harta hasil korupsi, masihkah harus dikembalikan ke negara, sementara pelakunya sudah dipenjara?
- Ikatan Wartawan Hukum Gelar Kongres, Sosok Inilah Ketua Umum Barunya
- HBP ke-60, Ini Terobosan yang Diinginkan Menkumham
- Indonesia jadi Tuan Rumah SOMMLAT, Kemenkumham: Akan Ada Agenda Penting yang Dibahas
- Hukum dan Etika Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
- 4 Perampok di Malang Ini Terancam Lama di Penjara
- Jadi Tersangka Pemalsuan Surat Tanah, Pj Wali Kota Tanjungpinang Terancam 8 Tahun Penjara