Ibu Ani

Oleh Dahlan Iskan

Ibu Ani
Dahlan Iskan.

Saya sangat sibuk. Saya tidak pernah ingat ulang tahun siapa pun. Tidak untuk anak-anak saya juga.

Saya masih sangat terpengaruh budaya desa miskin. Desa saya. Tidak ada budaya ulang tahun. Termasuk untuk saya sendiri.

Banyak juga teman yang mengingatkan saya: mbok sesekali sowan Bu Ani. Saya pun punya juga niat seperti itu, tetapi selalu saja tidak pernah terjadi.

Namun saya sangat hormat kepada beliau. Setiap bertemu saya cium tangan beliau. Di acara-acara. Atau ketika saya dipanggil Pak SBY ke Cikeas.

Saya selalu bersikap tawaduk. Perasaan saya: beliau itu juga ibu saya.

Seingat saya tidak pernah saya ngobrol dengan beliau. Eh, pernah terjadi. Sekitar tiga menit. Waktu saya mengusulkan agar beliau berkenan terjun sebagai panglima. Dalam menyukseskan keluarga berencana di Indonesia.

Saya risau. Pembangunan ekonomi yang sangat baik di zaman Pak SBY bisa digerogoti oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.

Yang kedua ketika berada di Amerika. Di sela-sela Bapak Presiden SBY menghadiri pertemuan G-20. Itulah tahun bertama Indonesia masuk negara G-20.

Kalau pernah ada yang ingin mencapreskan Bu Ani, terus terang, sebenarnya sangat layak. Beliau punya kemampuan di situ.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News