Ibu Tega Jual Anak ke Lokalisasi

Ibu Tega Jual Anak ke Lokalisasi
Ibu Tega Jual Anak ke Lokalisasi

jpnn.com - SURABAYA - Rencana Pemkot Surabaya untuk segera menutup lokalisasi Sememi bisa dibilang sangat tepat. Betapa tidak, baru-baru ini anggota subunit Vice Control Unit Jatanum Satreskrim Polrestabes Surabaya berhasil membongkar kasus trafficking anak-anak. Dua anak berusia belasan tahun dijadikan pekerja seks komersial (PSK) di Wisma Madona di kompleks lokalisasi yang masuk Kecamatan Benowo itu.

Dalam kasus itu polisi menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Mia Sagita alias Mei, 42, tinggal di Jalan Wonorejo VI; Robet, 74, tinggal di Jalan Sememi Jaya I; istri Robet yang bernama Ririn; dan Yuki Andaryati, 37, yang tinggal di Jalan Brebek I.

Para tersangka itu punya peran masing-masing dalam kasus tindak pidana perdagangan orang itu. Mia Sagita alias Mei berperan sebagai makelar yang mencari PSK baru. Robet dan Ririn adalah pemilik Wisma Madona. Sedangkan Yuki Andaryati adalah ibu salah seorang korban bernama Anggel.

Kasus trafficking itu bermula pada akhir November lalu. Saat itu Mei bertemu Anggel yang masih berusia 16 tahun. Anggel termasuk makanan empuk bagi Mei. Sebab, kondisi keluarga Anggel tergolong ekonomi lemah. Anggel sendiri adalah anak putus sekolah yang punya lima saudara kandung. Orang tuanya juga bekerja serabutan.

Pendekatan yang dilakukan Mei itu bak gayung bersambut. Tapi, Anggel tidak langsung ditawari sebagai PSK. Dia awalnya menjadi pelayan karaoke di kafe. Cara itu hanya untuk menjebak Anggel. Tentu saja, karena kondisi yang terjepit ekonomi itu, Anggel menerima tawaran pekerjaan tersebut.

Selain itu, ada iming-iming gaji hingga puluhan juta rupiah sebulan.

Setelah berhasil membujuk Anggel, Mei memintanya mencari teman. Akhirnya ada gadis yang berusia lebih muda bernama Ira. Umurnya masih 14,5 tahun. Kondisi ekonomi keluarga Ira juga tak jauh beda dengan Anggel.

Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya Kompol Suparti mengungkapkan, motif ekonomi dan janji gaji tinggi memang kerap dijadikan untuk memikat para korban dalam kasus trafficking. Padahal, itu hanya tipu muslihat. "Kasus trafficking yang terungkap ini bisa dijadikan pelajaran berharga bagi yang lain," ujarnya.

Setelah termakan bujuk rayu, Anggel dan Ira dipertemukan dengan pemilik wisma bernama Robet dan Ririn. Tapi, Robet tidak mau begitu saja menerima dua bocah di bawah umur itu. Robet juga memperhitungkan bahwa dia akan kena masalah jika mempekerjakan anak di bawah umur sebagai PSK.

Kasubnit Vice Control Unit Jatanum Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Teguh Setiawan menuturkan, Robet tahu bahwa usia Anggel dan Ira masih di bawah umur. Karena itu, Robet meminta kepada Mei agar Anggel dan Ira punya KTP dulu. Nah, KTP itu akan dijadikan dasar usia Anggel dan Ira. "Pemilik wisma itu mau saja asalnya mereka punya KTP," kata Teguh.

Selanjutnya, Mia menghubungi Rosidi. Pria yang masih buron itu punya keahlian untuk pengurusan KTP dan KK palsu. Dalam waktu singkat Anggel dan Ira sudah punya KTP. Usia mereka menjadi 20 dan 19 tahun.

Surat pernyataan restu orang tua Ira juga dibuatkan oleh Rosidi. Ira memang tidak pernah bilang kepada orang tuanya tentang pekerjaan yang akan diterimanya. Hal itu berbeda dengan Anggel yang meminta izin kepada orang tuanya yang bernama Yuki Andaryati. "Khusus korban Anggel memang dibuatkan surat pernyataan orang tua oleh ibunya sendiri," papar Teguh. Karena terbukti membuat surat pernyataan itulah Yuki juga dijerat sebagai tersangka. Yuki diduga kuat tahu betul pekerjaan anaknya.

Usai merampungkan administrasi, Mei mengantarkan Anggel dan Ira kepada Robet dan Ririn. Mei pun mendapat imbalan Rp 1 juta. Mereka berdua pun diterima. Pada saat itu Mei memberi tahu bahwa pekerjaan Anggel dan Ira bukan hanya pelayan karaoke. Mereka juga akan melayani tamu di wisma itu. Karena terjebak alasan ekonomi, mereka terpaksa mau menerima pekerjaan tersebut. "Pada penyerahan itu ibu Anggel yang bernama Yuki ikut menyaksikan," jelas Teguh.

Di wisma itu Anggel dan Ira akan mendapatkan uang Rp 50 ribu dari tiap tamu yang mereka layani. Selain itu, Robet meminjami uang masing-masing Rp 1 juta. Dengan utang itu mereka akan terikat dengan Wisma Madona. "Kalau ke mana-mana juga diikuti oleh orang-orang Robet," imbuh Teguh.

Dia mengatakan, kasus itu terungkap berkat informasi dari masyarakat yang melaporkan adanya dua PSK di bawah umur. Teguh bersama beberapa anggota menelusuri laporan itu dan melakukan pengerebekan pada 26 Desember lalu. Setelah melewati pemeriksaan dan penyidikan, akhirnya empat orang dinyatakan sebagai tersangka.

Para tersangka itu dijerat dengan pasal 88 undang-undang perlindungan anak. Pasal itu mengancam siapa saja yang mengeksploitasi seksual anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, terancam hukuman 15 tahun penjara.

Polisi juga menyita berbagai barang bukti. Di antaranya, dua buku pemasukan kamar Wisma Madona, dua KTP palsu, dua KK palsu, dua lembar surat pernyataan orang tua, dan tiga ponsel. (jun/end)


SURABAYA - Rencana Pemkot Surabaya untuk segera menutup lokalisasi Sememi bisa dibilang sangat tepat. Betapa tidak, baru-baru ini anggota subunit


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News