Indonesia Tidak Boleh Gagap Hadapi Radikalisme dan Terorisme

Indonesia Tidak Boleh Gagap Hadapi Radikalisme dan Terorisme
Sarasehan bertajuk Antisipasi dan Mencegah Gerakan Terorisme: Apa yang Harus Dilakukan? Yang digelar di Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), Kamis (7/6). Foto: Ist for JPNN

Karena itu, dia merasa ruang-ruang diskusi harus sudah dibuka dari awal dan dari banyak aspek.

Dengan demikian, orang-orang yang tengah mencari jati diri tidak merasakan satu inferioritas dan menafikan siapa saja yang tidak sejalan.

Di sisi lain, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Syafaatun Almirzanah menilai penanggulangan bisa dimulai dengan memahami akar-akar terorisme.

Hal itu dilakukan demi melihat titik-titik radikal yang ada di dalam pola pikir.

Selain itu, dia menilai komunitas Muslim belum banyak memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk jihad belakangan ini.

Artinya, pemahaman bentuk-bentuk jihad yang begitu luas yang dimiliki orang terbilang terbatas.

"Kita harus kembangkan apa yang disebut artistik jihad yang mungkin akan membantu teman-teman memahami kalau ada makna-makna jihad yang lain," kata Syafaatun.

Sementara itu, Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo menilai pembentukan Densus 88 sudah menunjukkan pentingnya penanganan terorisme. Apalagi, Densus 88 memiliki 25 Kasatgasus yang ada di seluruh Indonesia.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD secara tegas menolak konsep negara khilafah diterapkan di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News