Indonesia Tidak Boleh Gagap Hadapi Radikalisme dan Terorisme
Karena itu, dia merasa ruang-ruang diskusi harus sudah dibuka dari awal dan dari banyak aspek.
Dengan demikian, orang-orang yang tengah mencari jati diri tidak merasakan satu inferioritas dan menafikan siapa saja yang tidak sejalan.
Di sisi lain, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Syafaatun Almirzanah menilai penanggulangan bisa dimulai dengan memahami akar-akar terorisme.
Hal itu dilakukan demi melihat titik-titik radikal yang ada di dalam pola pikir.
Selain itu, dia menilai komunitas Muslim belum banyak memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk jihad belakangan ini.
Artinya, pemahaman bentuk-bentuk jihad yang begitu luas yang dimiliki orang terbilang terbatas.
"Kita harus kembangkan apa yang disebut artistik jihad yang mungkin akan membantu teman-teman memahami kalau ada makna-makna jihad yang lain," kata Syafaatun.
Sementara itu, Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo menilai pembentukan Densus 88 sudah menunjukkan pentingnya penanganan terorisme. Apalagi, Densus 88 memiliki 25 Kasatgasus yang ada di seluruh Indonesia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD secara tegas menolak konsep negara khilafah diterapkan di Indonesia.
- Jemaah Islamiyah Kembali Berulah, Dua Polisi Malaysia Tewas di Markas
- BNPT: Keterlibatan Perempuan dan Anak dalam Terorisme jadi Tantangan Pemerintahan Baru
- BNPT Serahkan Sertifikat Penerapan Standar Minimum Pengamanan untuk 18 Pengelola Objek Vital
- Indonesia Jalin Program Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa
- Kepala BNPT: Tingkatkan Kualitas Asesmen Sistem Pengamanan Jelang World Water Forum
- Kepala BNPT Ingatkan Waspadai Perkembangan Ideologi Terorisme dari Akarnya