Info dari Kejagung soal Dugaan Korupsi Dapen BUMN

jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI masih mempelajari laporan dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun (Dapen) BUMN yang sebelumnya dilaporkan Menteri Erick Thohir pada Selasa (3/10).
“Yang dilaporkan empat dapen, ya, ini masih dalam proses pembelajaran. Kami pelajari dulu,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, di Jakarta, Kamis (12/10).
Penyidik Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih mempelajari laporan dari menteri BUMN tersebut untuk memastikan ada tidaknya perbuatan tindak pidana korupsi.
“Pidsus masih mempelajarinya, apakah kemungkinan nanti perkara ini menjadi tindak pidana korupsi atau tidak, kami pelajari yang keempatnya,” ujar Ketut.
Walakin, dia memastikan sinyalemen dalam laporan tersebut adanya kerugian negara kurang lebih Rp 300 miliar dari 70 persen Dapen BUMN yang mengalami sakit atau mengalami kerugian.
Dia menyebut data kerugian tersebut baru 10 persen yang dianalisis oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sehingga dapat diperkirakan kerugian akan makin bertambah jika analisis dilakukan 100 persen.
“Kami masih mempelajari yang mana yang kami prioritaskan untuk terlebih dulu ditangkarkan ke penyidikan atau tidak, atau kami lakukan tata kelolanya, kami perbaiki,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir terus memperdalam upaya “bersih-bersih” di perusahaan-perusahaan negara, salah satu fokusnya adalah pada pengelolaan dana pensiun (Dapen) BUMN.
Kejagung sampaikan info terkini kasus dugaan korupsi dana pensiun atau dapen BUMN yang dilaporkan Menteri BUMN Erick Thohir. Begini.
- Prabowo Percaya Hakim Bergaji Besar Tidak Bisa Disogok
- KPK Periksa Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Korupsi Fasilitas Kredit
- Dukung RUU Perampasan Aset, Prabowo Sentil Koruptor: Enak Saja Sudah Nyolong...
- Hari Buruh, PalmCo dan Serikat Pekerja Bersinergi Membentuk SPBUN
- Demokrat Laporkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulut ke MA dan Kejagung, Ada Apa?
- Yunus Wonda Diminta Bertanggung Jawab di Kasus PON XX Papua