Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur

Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur
Cuplikan buku "Bung Karno--Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", cetakan 2, 1982. Foto: Wenri Wanhar/JPNN

jpnn.com - BUNG Karno berutang budi pada pelacur. Ketika fotonya dipajang di seluruh bilik kamar pelacuran, dia senang-senang saja. Baginya, pelacur adalah mata-mata terbaik.

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

Suatu hari pada jam lima sore di Istana Negara, Jakarta. Presiden Soekarno baru saja menyudahi sebuah majalah. Dia lalu olahraga.

"Aku telah siap hendak berjalan-jalan selama setengah jam, seperti biasanya kulakukan dalam lingkungan Istana. Inilah satu-satunya macam gerak badan bagiku," kenang Bung Karno, termuat dalam buku Bung Karno--Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams.

Seorang pejabat polisi mendampinginya. Polisi itu nampak gugup.

"Sambil berjalan, kutanyakan kepadanya, apa yang sedang dipikirkannya," sambung Bung Karno.

Masih tampak gugup, dan berusaha menguasai diri, polisi itu menjawab. "Ya, Pak…sebenarnya kabar baik."

"Apa maksudmu dengan sebenarnya kabar baik?"

BUNG Karno berutang budi pada pelacur. Ketika fotonya dipajang di seluruh bilik kamar pelacuran, dia senang-senang saja. Baginya, pelacur adalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News