Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur

Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur
Cuplikan buku "Bung Karno--Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", cetakan 2, 1982. Foto: Wenri Wanhar/JPNN

Bung Karno berada di Minangkabau saat balatentara Jepang mulai mengambil alih kekuasaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Sebagaimana diketahui, pada zaman Jepang tak sedikit perempuan yang diasramakan menjadi pemuas libido serdadu. Ini disebut jugun ianfu.

Perempuan yang akan mereka rusak adalah perempuan-perempuan bangsaku. Termasuk suku Minangkabau yang terkenal taat beragama…

Semata-mata sebagai tindakan darurat, demi menjaga para gadis kita, aku bermaksud memanfaatkan para pelacur di daerah ini.

Begitu disampaikan Bung Karno dalam sebuah diskusi dengan pemuka adat dan agama di Ranah Minang. Pendek kisah, terkumpullah sebanyak 120 pelacur. Mereka pun dengan senang hati mendapat tawaran bekerja di lokalisasi ala Jepang.

Pada bagian lagi buku itu, Bung Karno menceritakan pengalamannya main ke Rumah Geisha di Tokyo, yang digadang-gadang identik dengan semacam rumah pelacuran.

Menurut Si Bung, tiada sesuatu yang melanggar susila mengenai Rumah Geisha itu. Orang sekedar duduk, makan-makan, bercakap-cakap dan mendengarkan musik.

"…tanpa hiburan-hiburan kecil ini aku akan mati," tandasnya. "Umurku sudah 64 tahun. Menjadi Presiden adalah pekerjaan yang membikin orang lekas tua." (wow/jpnn)


BUNG Karno berutang budi pada pelacur. Ketika fotonya dipajang di seluruh bilik kamar pelacuran, dia senang-senang saja. Baginya, pelacur adalah


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News