Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur

Ini Hutang Budi Bung Karno pada Pelacur
Cuplikan buku "Bung Karno--Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", cetakan 2, 1982. Foto: Wenri Wanhar/JPNN

"Di tiap kamar, Pak. Di tiap kamar terdapat, sudah barang tentu, sebuah tempat tidur. Dekat tiap ranjang ada meja dan tepat di atas meja itu, di situlah gambar Bapak digantungkan."

Bung Karno menyimak. Polisi itu kembali meneruskan.

"Pak, kami merasa bahagia karena rakyat kita memuliakan Bapak, tapi dalam hal ini kami masih ragu apakah wajar kalau gambar Presiden kita digantungkan di dinding rumah pelacuran. Apa yang harus kami kerjakan? Apakah akan kami pindahkan gambar Bapak dari dinding-dinding itu?

"Tidak," jawab Bung Karno. "Biarkanlah aku di sana. Biarkan mataku yang tua dan letih itu memandangnya!"

Cerita itu disampaikan Presiden Soekarno kepada jurnalis perempuan asal Amerika, Cindy Adams. Dan dari buku yang ditulis Cindy-lah kisah ini dicuplik.

Bung Karno dan Pelacur

Bagi Bung Karno, pelacur punya peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Partai Komunis Indonesia (PKI)--partai politik pertama yang menggunakan nama Indonesia--disikat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda menyusul pemberontakan 1926-1927, Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI).

BUNG Karno berutang budi pada pelacur. Ketika fotonya dipajang di seluruh bilik kamar pelacuran, dia senang-senang saja. Baginya, pelacur adalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News