Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Makin Tidak Percaya Pemerintah

Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Makin Tidak Percaya Pemerintah
Saleh Partaonan Daulay. Foto: Ricardo/JPNN.com

Dalam Pasal 31 UU tentang MA disebutkan, peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menurut Daulay, pasal tersebut mengamanatkan dua hal. Pertama, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Kedua, kalau sudah dibatalkan tidak boleh dibuat lagi. Apalagi, substansinya sama, yaitu kenaikan iuran.

"Bagi saya, dengan keluarnya perpres ini sekaligus mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif," ucapnya.

Padahal, dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi. Karena itu, keputusan ketiga lembaga harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan.

"Saya kira dikeluarkannya perpres ini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pasalnya, masyarakat banyak sekali yang berharap agar pemerintah mengikuti putusan MA. Kenyataannya, pemerintah malah kembali menaikkan," tuturnya.

Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini mengingatkan, putusan pemerintah sebelumnya dibatalkan MA atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat.

Daulay khawatir jika Perpres 64/2020 kembali digugat ke MA dan lembaga hukum tersebut konsisten terhadap putusan sebelumnya yang menolak kenaikan iuran, akan menjadi preseden tidak baik. Tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah akan turun.

"Kami juga menilai, kenaikan iuran yang diamanatkan dalam Perpres 64/2020 belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS kesehatan," katanya.

Dalam Perpres 64/2020 diatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru, setelah kenaikan sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News