Jalan Pintas

Oleh: Dahlan Iskan

Jalan Pintas
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Syaratnya: Perpu itu harus segera disahkan oleh DPR. Kalau ditolak akan terjadi kekosongan UU lagi. Kalau DPR menyetujuinya jadilah Perpu itu UU. Selesai. Tetapi tidak bisa selesai.

Pemerintah sudah mengirimkan Perpu itu ke DPR. Untuk segera dibahas di masa persidangan berikutnya.

Masa persidangan yang dimaksud adalah antara tanggal 2 Januari sampai 15 Februari 2023. Masanya hanya 1,5 bulan. Tanggal 16 Februari, DPR sudah memasuki masa reses. Sampai masa reses tiba pengesahan Perpu belum terjadi. Heboh.

Orang seperti Prof Dr Denny Indrayana berpendapat itu sama dengan DPR telah menolak Perpu tersebut. Pendapat Denny itu beredar luas. Banyak juga pendukungnya.

Tentu banyak juga yang berbeda pendapat: DPR dianggap belum menolaknya. Hanya belum menyetujuinya, bahkan ada yang bilang pada dasarnya DPR sudah menyetujuinya.

Sebenarnya bagaimanakah perjalanan Perpu itu?

Yang jelas pemerintah sudah memasukkan Perpu itu ke DPR. Memang kurang cepat. Sudah di tengah-tengah masa persidangan. Atau agak di akhir. Mengapa tidak  sebelum masa persidangan.

Lalu mengapa Perpu tersebut tidak segera dibahas di DPR? Bukankah bisa segera dibahas dengan cara yang sama dengan ketika membahas UU Cipta Kerja dulu? Secara kilat? Bukankah pasti lolos? Lewat pemungutan suara? Di sinilah misteri terbesarnya.

Saya menghubungi empat anggota DPR dari partai berbeda. Saya ingin tahu ada misteri apa dengan Perpu Cipta Kerja yang dikirim pemerintah ke Senayan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News