Janji Kan, Sang PM Populis

Janji Kan, Sang PM Populis
PM Naoto Kan. Foto: Kiyoshi Ota/Getty Images.
TOKYO - Beban Naoto Kan sebagai perdana menteri (PM) Jepang yang baru sangat berat. Saat mengundurkan diri pada 3 Juni 2010, sang pendahulu - Yukio Hatoyama - meninggalkan tugas-tugas kepemimpinan yang sulit dan jumlahnya tidak sedikit. Terutama, krisis perekonomian Jepang. Karena itu, wajar Jumat lalu (11/6) Kan mengungkapkan kepesimistisannya terhadap perekonomian Negeri Sakura.

Menjabat sebagai PM kelima dalam jangka waktu empat tahun menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin 63 tahun tersebut. Dinamisme politik dalam negeri Jepang yang belakangan sangat fluktuatif menuntut Kan pandai bersiasat. Baik dalam menyusun strategi pemerintahan maupun merumuskan kebijakan-kebijakan populer. Tujuannya, tentu saja memenangi dukungan rakyat yang baru sekitar sembilan bulan lalu merasakan gaya kepemimpinan Partai Demokratik Jepang (DPJ).

"Pilihan terbaik bagi Kan saat ini adalah meminta maaf kepada rakyat atas kesalahan (DPJ) di masa lalu dan jujur tentang kemampuan finansial pemerintah," kata Yasunori Sone, dosen ilmu politik pada Keio University di Tokyo, dalam wawancara dengan Christian Science Monitor (CSM). Yang lebih penting, Kan harus bisa membuktikan bahwa dia berbeda dengan Hatoyama, meski keduanya berasal dari parpol yang sama.

Untung, latar belakang Kan tidak sama dengan Hatoyama atau beberapa PM Jepang lain dalam 14 tahun terakhir. Sebelum ini, seluruh PM Jepang punya latar belakang politik yang kuat. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan anggota dinasti atau klan politik. Contohnya, Hatoyama, Junichiro Koizumi, dan Shinzo Abe. "Saya berasal dari keluarga biasa. Ayah saya buruh dan kami tidak pernah punya keterkaitan politik dengan siapa pun," komentar Kan tentang dirinya.

TOKYO - Beban Naoto Kan sebagai perdana menteri (PM) Jepang yang baru sangat berat. Saat mengundurkan diri pada 3 Juni 2010, sang pendahulu - Yukio

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News