Jenny Mie

Oleh: Dahlan Iskan

Jenny Mie
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ribuan mesin pembuat mie berhasil dia jual: mulai ukuran rumah tangga, restoran sampai industri rumahan.

Baca Juga:

Jenny seperti tidak pernah berhenti berpikir. Juga tidak bisa berhenti bergerak. Dia gelisah. Impor gandum negeri ini kian tak terkendali. Menghabiskan devisa. Yang terbanyak untuk bikin mie.

Dia lantas mencoba berbagai bahan dalam negeri untuk dibuat mie. Singkong. Ketela. Semua gagal. Bentuk mie-nya bisa dibuat tetapi soal rasa tidak bisa mendekati mie terigu.

Manusia itu, Anda sudah tahu, kian tambah usia kian peduli asupan. Pun Jenny. Dia gelisah oleh kandungan gluten dalam terigu. Mungkin hanya para perusuh di Disway yang tidak gelisah.

Sampailah penelitian Jenny pada sagu. Berhasil. Bentuknya benar-benar mie.

Rasanya bisa bersaing dengan mie terigu –kecuali bagi yang sudah kecanduan kuras devisa.

Kamis malam itu saya disuguhi lima jenis menu sagu sekaligus. Lima mangkuk.

Ampun. Di pojok perut mana mau ditampung semua itu. Ada mangkuk mie daging. Warna mie-nya pink. Ada mangkuk mie ayam. Warna mie-nya kuning. Ada mangkuk mie bakso. Warna mi-nya ungu. Masih ada mie warna hijau.

Jenny Widjaya pun kini memproduksi mie sagu untuk spageti. Maka saya seperti menduga Jenny sedang mempersiapkan internasionalisasi sagu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News