Kalau Bukan JK, Koalisi Jokowi Bisa Pecah

Kalau Bukan JK, Koalisi Jokowi Bisa Pecah
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Negara Foto: M. Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengatakan sebaiknya Jusuf Kalla (JK) jangan dipaksa lagi untuk menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2019-2024. Menurut Fahri, sebaiknya JK diposisikan atau mengambil peran sebagai negarawan seperti Presiden RI Ketiga BJ Habibie saja.

Fahri menilai pemaksaan JK menjadi cawapres karena Jokowi kebingungan menjadi sosok pendamping yang tepat untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019-2024.

"Pak JK itu dipaksa karena Jokowi binggung mau mencari siapa (cawapresnya), karena kalau orang lain susah disepakati. Kalau Pak JK tinggal disepakati," ungkap Fahri di gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/7).

Menurut Fahri, niat majunya JK itu bisa dianggap untuk mengamankan Jokowi dan koalisi. Inilah yang membuat JK dipaksa untuk maju menjadi cawapres.

"Kalau bukan Pak JK kan pecah," tegasnya.

Seperti diketahui, JK mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi penjelasan Pasal 169 Huruf N Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal itu mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden. Uji materi ini diajukan Partai Perindo.

"Jadi inisiatif mendorong Pak JK itu yang berkepentingan itu Pak Jokowi," kata Fahri.

Dia menilai Jokowi bingung karena kalau mengambil cawapres dari salah satu partai politik koalisi pengusungnya, maka partai lain bisa marah. "Akhirnya yang paling aman dipilih Pak JK tanpa konflik dari peserta koalisinya. Akhirnya, Pak JK dipaksa maju," katanya. (boy/jpnn)


Pak JK itu dipaksa karena Jokowi binggung mau mencari siapa (cawapresnya), karena kalau orang lain susah disepakati. Kalau Pak JK tinggal disepakati.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News