Kanjuruhan Mangindaan

Oleh: Dahlan Iskan

Kanjuruhan Mangindaan
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Gawat.

Baca Juga:

Sebagai Danrem, Mangindaan harus bertanggung jawab soal keamanan. Waktu itu TNI AD masih saudara tua di jajaran keamanan.

Namun, ia tenang saja. Ia tahu psikologi penonton bola: tidak bisa dilawan dengan kasar. Solidaritas mereka amat tinggi.

Mangindaan sangat tenang. Wajahnya tidak tegang. Saya di sampingnya.

Ia pun melakukan apa yang tidak saya pikirkan sama sekali: ia ke tengah lapangan. Ia membawa mikrofon. Ia mulai bicara pakai bahasa Suroboyoan, lucu, dengan logat Manadonya.

"Saya senang melihat kalian sangat antusias hari ini. Tetapi pagar keliling lapangan ini, kalau roboh, kalian bisa celaka. Maka dengarkan perintah saya ini: tolong, pagar itu pelan-pelan kalian robohkan. Pelan-pelan. Hati-hati. Lalu kalian yang di depan duduklah di atas pagar yang sudah kalian robohkan itu. Kalian duduk di situ. Jangan berdiri. Ikut komando saya. Pelan-pelan. Satu..... Dua.... Tigaaaa.... (ia mengucapkan komando dengan tersenyum dan nadanya lambat)".

Maka robohlah pagar itu. Roboh dengan tertib. Penonton pun bersorak gembira. Mereka duduk di atas robohan pagar jeruji besi itu.

Pertandingan pun berlangsung dengan lancar. Tanpa insiden.

Tragedi Kanjuruhan. Satu-satunya bahasa yang harus digunakan di lapangan bola adalah bahasa bola. Jangan yang lain, apalagi gas air mata.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News