Kantor Lembaga Adat Sumuri, Simbol Perlindungan Hak Masyarakat Lokal

Kantor Lembaga Adat Sumuri, Simbol Perlindungan Hak Masyarakat Lokal
Bupati Petrus Kasihiw bersama Masyarakat Adat Sumuri. Foto: dok LMA

Seorang mama -panggilan untuk kaum wanita lansia di Papua-menyambut bupati dengan menitipkan pesan dari bahasa daerah Suku Sumuri sembari mengalungkan sebuah Noken yang sobek.

Pesan tersebut begitu jelas yang menginginkan Bupati Kasihiw agar bisa membangun Sumuri di periode keduanya.

"Ini noken yang diberikan merupakan noken yang sobek, artinya: kamu harus bisa memperbaiki noken tersebut, kamu harus bisa membangun Sumuri kembali nanti," ungkap sang mama.

Bupati Kasihiw menjawab tantangan dari Mama, Bupati Kasihiw menyanggupi permintaan dari suku yang telah melahirkan ibu dari Bupati Kasihiw.

Pada sambutannya, Bupati Kasihiw mengungkapkan perjalanan panjang dan perjuangan dari Kantor Lembaga Adat ini hingga bisa terbentuk.

Jalan yang ditempuh bukan jalan yang mulus, kontribusi dari Rafael Sodefa sebagai Anggota MRP Barat serta Kepala Suku Sumuri, hingga kantor tersebut bisa berdiri telah menorehkan sejarah.

Bupati tak lupa juga mengungkap betapa pentingnya Tofoi dan Sumuri sebagai dapur Negara Republik Indonesia.

"Sumuri ini dapurnya Teluk Bintuni, Dapurnya Papua Barat dan Dapurnya Indonesia. Di sini potensi sumber daya alam begitu besar. Namun saya tidak mau ketika nanti industri di sini bisa berdiri, masyarakat tidak dapat apa-apa. Untuk itulah kenapa saya sangat ngotot mengusung Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) mengenai Dana Bagi Hasil (DBH). Supaya apa? Supaya masyarakat tidak hanya menjadi penonton. Kita harus bisa menjadi tuan di tanah sendiri. Kita juga harus terus menjaga Tanah Sumuri ini," ujar Bupati Kasihiw.

Melalui Kantor Lembaga Adat Sumuri ini diharapkan segala permasalahan yang terjadi dalam masyarakat bisa diselesaikan secara adat istiadat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News