Kapitalis Tani

Kapitalis Tani
Dahlan Iskan dan istri (berkaus mereh) bersama Dr Sugeng Edi Waluyo (dua dari kiri) dan Hanjar al Gontori (kanan). Foto: disway.id

Itu pula yang membuat saya sempat salah sangka: mengira ia Tionghoa. Bahkan saya sempat menyapanya dalam bahasa Mandarin --dan ia hanya bisa melongo.

”Citra kapitalistik” itu yang harus dihilangkan Edi --secara sungguh-sungguh di dunia nyata. Di Wonogiri ia menemukan satu lembaga tani yang kuat, mandiri dan amat dipercaya petani.

Yang ia temukan itu bukan lembaga tani yang selalu mengandalkan bantuan dan fasilitas dari pemerintah --yang membuat petani tidak pernah mandiri itu.

Itulah asosiasi petani organik. Yang diketuai Hanjar al Gontori itu.

Waktu itu Hanjar baru berumur 29 tahun. Kepribadiannya santun. Otaknya cerdas. Gaya bicaranya antusias --tapi tertata rapi.

Saat Hanjar bertemu Dr. Edi ia merasa punya kecocokan ide. Yakni bagaimana membuat petani bisa mandiri.

Hanjar juga bisa menerima ide untuk memulai lembaga tani baru. Yakni lembaga berbentuk perseroan terbatas --tanpa jatuh ke kapitalistik.

Seperti apa?

Penelitian Dr. Edi itu sampai pada kesimpulan: lembaga tani itu harus perseroan terbatas. Ia pun menyusun desertasi soal kelembagaan ini. Jadilah Edi doktor pertama di ilmu kelembagaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News