Kasus 'Berita Kota' Wujud Brutalisme Bisnis Media

Kasus 'Berita Kota' Wujud Brutalisme Bisnis Media
Kasus 'Berita Kota' Wujud Brutalisme Bisnis Media
JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja massal yang dialami para wartawan Harian Berita Kota, Jakarta, merupakan cermin brutalnya praktek bisnis di ranah industri media massa. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses PHK ini.

Wahyu Dhyatmika, ketua AJI Jakarta, mengungkapkan, salah satunya adalah keputusan PHK tidak didahului oleh proses musyawarah antara pihak manejemen dengan para karyawan. “PHK sepihak seperti ini dilarang Undang Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003,” kata Wahyu di Menteng Dalam, Jakarta, Sabtu (30/1).

Dia mengatakan, PHK tidak berdasarkan alasan yang memadai sesuai aturan perundang-undangan dan tanpa melalui penetapan dari Dinas Tenaga Kerja maupun Pengadilan Hubungan Industrial. Dalam kondisi perusahaan telah diakuisisi, lanjutnya, maka kewajiban pesangon mestinya dibayar oleh pemilik yang baru, bukan oleh pemilik yang lama.

Riky Ferdianto, koordinator Divisi Serikat Pekerja, menambahkan, besar pesangon yang diterima tidak sesuai UU Tenaga Kerja. "Karyawan hanya menerima satu kali dari total perhitungan nilai pesangon. Padahal, UU No. 13 tahun 2003 mengatur bahwa karyawan yang di-PHK atas inisiatif perusahaan harus dibayar minimal dua kali nilai pesangon,” tambah Ricky.

JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja massal yang dialami para wartawan Harian Berita Kota, Jakarta, merupakan cermin brutalnya praktek bisnis di ranah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News