Kejaksaan Agung Setop Penuntutan Sejumlah Perkara Penganiayaan di Aceh, Alasannya

Kejaksaan Agung Setop Penuntutan Sejumlah Perkara Penganiayaan di Aceh, Alasannya
Ilustrasi kasus penganiayaan. Foto/ilustrasi: arsip jpnn.com

jpnn.com, BANDA ACEH - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung menyetujui penghentian penuntutan enam perkara penganiayaan di Aceh secara keadilan restoratif atau restorative justice.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh Ali Rasab Lubis, enam itu perkara masing-masing ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, serta Aceh Utara dua perkara.

"Ada enam perkara disetujui dihentikan oleh Jampidum," kata Ali di Banda Aceh pada Selasa (21/6).

Dia menjelaskan persetujuan penghentian penuntutan enam perkara melalui keadilan restoratif dilakukan secara virtual dari Kejati Aceh dan diikuti para Kajari.

Keenam perkara itu masing-masing dengan tersangka Ismail bin Kamaruddin yang dijerat pasal penganiayaan terhadap tetangga yang ditangani Kejari Aceh Tengah.

Lalu, tersangka M Muttaqin bin Ilyas dalam perkara kecelakaan lalu lintas dan tersangka Riski Ardian bin M Ramli pada perkara penganiayaan, ditangani Kejari Aceh Utara.

Tersangka Suriadi alias Andek bin Alm Sumuradin dalam perkara penganiayaan ditangani Kejari Gayo Lues.

Berikutnya, tersangka T Zairi bin T Ariyan dalam perkara penganiayaan ditangani Kejari Aceh Selatan, serta tersangka Usman Arifin bin Marifin dengan perkara kekerasan dalam rumah tangga ditangani Kejari Aceh Singkil.

Jampidum Kejagung menyetujui penghentian penuntutan sejumlah perkara penganiayaan di Aceh melalui restorative justice. Begini pertimbangannya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News