Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu

Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu
Apel Malang. Foto: Rubianto/Radar Malang/JPNN.com

”Sekarang sudah jarang yang menanam apel. Terakhir masa keemasan apel di sini pada 2000 silam,” terang Azhari Anwar, tokoh petani apel Poncokusumo.

Dia menjelaskan, masuknya tanaman apel ke Poncokusumo pada 1964. Saat itu yang memelopori menanam yaitu (alm) H. Maskur, Joyo, Masram, Suwi, dan Trisno.

Mereka sebelumnya belajar menanam apel ke tuan Kriben, petani sukses di Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan.

”Awalnya hanya ditanam di sekitar rumah. Dan hasilnya bagus. Akhirnya warga ikut menanam di kebun,” ungkapnya.

Percobaan menanam apel pun sukses. Hasil panen juga melimpah. Untuk satu hektare lahan bisa menghasilkan 30 ton buah apel.

Akhirnya para tetangga pun ikut menanam hingga mayoritas petani di Poncokusumo menanam apel. Namun, semua berubah setelah 2000 silam.

Hasil panen menurun drastis. Untuk lahan 1 hektare hanya mampu menghasilkan 5 ton apel. Padahal, biaya operasional relatif mahal.

Setiap hektare butuh biaya Rp 14 juta. Artinya, dengan harga jual sekitar Rp 5 ribu per kilogram, hasil yang didapat per hektare Rp 25 juta.

Julukan Malang sebagai Kota Apel mulai redup. Kini para petani apel mulai beralih menanam pohon jeruk, dipicup perubahan cuaca dan gempuran apel impor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News