Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu

Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu
Apel Malang. Foto: Rubianto/Radar Malang/JPNN.com

Itu belum termasuk jika ada risiko hama penyakit yang banyak sekali. ”Nggak nutut untuk operasionalnya. Makanya sejak delapan tahun lalu, banyak petani banting setir menanam jeruk,” imbuh pria kelahiran 17 Mei 1959 ini.

Azhari mencontohkan, dirinya dulu memiliki delapan hektare lahan kebun apel. Kini semua sudah dia ganti dengan pohon jeruk. ”Karena sudah nggak memungkinkan (tanam apel). Sulit,” terang pria lima putra ini.

Sementara itu, Suroso Budi, petani lain hingga kemarin masih bertahan menanam apel. Dia memiliki lahan 1 hektare. Dia mengaku terpaksa menanam apel karena tidak ada pilihan.

”Sambil berharap ada kenaikan harga karena sudah sedikit yang menanam apel,” ungkap pria yang menanam apel sejak 1980 ini.

Era tahun 1980-an, harga apel hanya Rp 250–Rp 500 per kilogram. Namun, kala itu biaya operasional pertanian juga tidak semahal sekarang.

Dulu tanpa pestisida dan pupuk, hasil panennya sudah melimpah. Sedangkan harga kebutuhan pokok juga relatif rendah.

”Dulu tidak banyak penyakit, kalau sekarang musim penyakit dan hamanya berbeda-beda,” ujarnya.

***

Julukan Malang sebagai Kota Apel mulai redup. Kini para petani apel mulai beralih menanam pohon jeruk, dipicup perubahan cuaca dan gempuran apel impor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News