Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu

Kejayaan Apel Malang Sudah Menjadi Cerita Masa Lalu
Apel Malang. Foto: Rubianto/Radar Malang/JPNN.com

Kondisi serupa terjadi di Kota Batu. Jumlah pohon apel terus menurun drastis dibanding lima tahun sebelumnya.

Dari data Dinas Pertanian Kota Batu, jumlah tanaman apel pada 2012 lalu masih di atas 1 juta pohon. Kini tercatat tinggal 970 ribu pohon.

Kabid (Kepala Bidang) Hortikultura, Dinas Pertanian Kota Batu Yayat Supriyatna menjelaskan, era 1990-an tanaman apel menyebar hingga di Pendem dan Junrejo.

Namun, kini sentra apel tinggal ada di Bumiaji. ”Karena global warming, suhu naik 1–2 derajat dibanding dulu (kini 22 derajat Celcius). Selain itu, apel juga tidak cocok di ketinggian tanah di bawah 700 mdpl (meter di atas permukaan laut) itu susah, dulu masih bisa,” kata Yayat.

Untuk diketahui, di Kota Batu, ketinggian tanah di atas 700 dpl (di atas permukaan laut) tinggal di Bumiaji. Suhunya relatif lebih dingin dibanding daerah lain.

Jadi, tanaman apel yang bisa berbuah, banyak tumbuh di Bumiaji. Sedangkan di daerah lain, tanaman bisa hidup subur, tapi produktivitas buahnya minim.

Yayat menyebut, apel adalah tanaman yang cukup sensitif dengan perubahan suhu. Karena sebenarnya apel itu tanaman subtropika atau yang hidup di negara empat musim.

”Kalau di sini bisa hidup, tapi ya bergantung dengan suhu dan hasil rekayasa pengguguran daun atau rompes,” terang dia.

Julukan Malang sebagai Kota Apel mulai redup. Kini para petani apel mulai beralih menanam pohon jeruk, dipicup perubahan cuaca dan gempuran apel impor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News