Kementan Bakal Kembangkan Regulasi Permudah Industri Sawit

Kementan Bakal Kembangkan Regulasi Permudah Industri Sawit
Ilustrasi petani sawit. Foto: JPG

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mendorong sektor kelapa sawit untuk maju. Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengatakan, pihaknya sedang mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Perijinan Perkebunan (Siperibun) untuk memperbaiki tata kelola sawit.

Sejauh ini, jumlah perizinan yang dihimpun Ditjenbun mencapai 1.380 perizinan dengan jumlah pelaku usaha 2.121 perusahaan di 13 provinsi dan 97 kabupaten.

“Ada tiga fungsi Siperibun yaitu integrasi data dan informasi perizinan usaha perkebunan di skala nasional, membuat instrumen pembinaan dan pengawasan perizinan usaha perkebunan, ditambah lagi koordinasi dan informasi bagi kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat,” kata dalam acara dialog Akhir Tahun Majalah Sawit yang bertemakan Membenahi Tata Kelola Sawit Nasional, Jakarta, Rabu (19/12).

Bambang menambahkan, pihak juga mengembangkan e-STDB melalui SK Dirjenbun Nomor 105/2018 mengenai Pedoman Penerbitan STDB. Selain itu, dibuat pula konsolidasi data-data perkebunan supaya dapat lebih bersinergi untuk mendukung program-program prioritas pemerintah.

Karena itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian membentuk Taskforce Database Pekebun.

Sementara Kacuk Sumarto, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bidang Urusan Organisasi mengharapkan upaya tersebut bisa membenahi tata kelola sawit terutama dari aspek perizinan dan regulasi yang merugikan pelaku usaha perkebunan.

Sebab, sejauh ini menurut dia, tata kelola dalam hal perizinan menyebabkan banyak terjadi persoalan tumpang tindih penggunaan lahan di daerah.

“Ada sejumlah regulasi di daerah seperti retribusi dan pungutan yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah pusat. Sebaiknya perlu sinkronisasi dan pengawasan di daerah baik oleh pemerintah dan KPK,” kata dia.

Dalam temuan KPK, terjadi pengendalian izin tidak efektif (kasus tumpang tindih lahan)dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News