Kepalsuan SBY

Oleh; Tomy C. Gutomo*

Kepalsuan SBY
Kepalsuan SBY

Kalau serius dan benar-benar mendukung pilkada langsung, seharusnya sebagai presiden SBY tinggal memerintah Mendagri Gamawan Fauzi menarik RUU pilkada sebelum masuk ke paripurna DPR. Sebab, RUU tersebut adalah usulan pemerintah. SBY tidak bisa berdalih bahwa sikapnya sebagai ketua umum Demokrat tak dapat disamakan dengan sikapnya sebagai presiden. Sebab, Demokrat adalah pemimpin rezim yang sedang berkuasa.

Dapat disimpulkan, posisi SBY sebenarnya adalah mendukung pilkada melalui DPRD. Namun, agar citranya di akhir jabatan tidak tercoreng, dia berkedok mendukung pilkada langsung. Bisa saja SBY akan kembali berakting dengan tidak menandatangani RUU pilkada. Tapi, itu tidak berarti karena dalam 30 hari, apabila presiden tidak menandatangani, RUU tersebut tetap sah dan berlaku sebagai UU.

Karena itu, sebaiknya pada 22 hari terakhir masa jabatannya, SBY tidak perlu bersandiwara lagi. Sudah cukup selama sepuluh tahun rakyat Indonesia disuguhi drama pencitraan Anda. Sudah cukup wartawan di istana disuapi berita dan adegan setingan.
 
Situasi ke Depan
Masih ada peluang untuk mengganjal berlakunya UU Pilkada yang baru itu. Sejumlah kepala daerah yang dimotori Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sudah berancang-ancang melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, seperti yang kerap dikemukakan mantan Ketua MK Mahfud M.D., peninjauan kembali UU Pilkada ke MK akan sia-sia. Sebab, dari kacamata konstitusi, pilkada langsung atau tidak langsung sama-sama konstitusional. MK hanya menguji dari kacamata konstitusi, bukan menguji derajat demokrasi dua sistem pilkada itu.

Peluang yang terbuka adalah menggugat ke MK atas sengketa UU Pilkada dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Di UU MD3, pada kewenangan DPRD provinsi (pasal 317) dan kewenangan DPRD kabupaten/kota (pasal 336) sama sekali tidak tertulis adanya wewenang DPRD memilih kepala daerah.

Dulu UU tersebut disahkan secara terburu-buru karena KMP begitu berfokus pada bab penentuan pimpinan DPR. Karena sesuai dengan UU MD3 DPRD tidak memiliki wewenang untuk memilih kepala daerah, seharusnya UU Pilkada juga tidak bisa dilaksanakan. Kecuali ada tafsir hukum lain yang kemudian menyatakan bahwa dua UU tersebut tidak saling bertabrakan.

Bila skenario itu gagal, artinya rakyat harus menerima kenyataan tidak bisa lagi memilih bupati/wali kota dan gubernurnya secara langsung. Kita harus menerima kenyataan, tidak akan ada calon kepala daerah independen yang terpilih. Kita akan kembali menyaksikan pesta pora anggota DPRD saat pilkada. Kita juga akan menyaksikan para kepala daerah menjadi ”ATM” bagi para legislator.

Selamat datang, New Orde Baru.(***)

SANDIWARA politik kembali dipertontonkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketua umum Partai Demokrat yang juga presiden RI yang sebentar lagi lengser

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News