Kesaksian tentang Detik-Detik Terakhir Widjajono Partowidagdo di Tambora

Janji Bagikan Jaket dan Kompor setelah Pendakian Berakhir

Kesaksian tentang Detik-Detik Terakhir Widjajono Partowidagdo di Tambora
Rombongan membawa tandu jenazah Prof Widjajono Partowidagdo saat menuruni lereng Gunung Tambora, Sabtu (21/4). Foto : Lombok Post/JPNN
Yang juga membuat Ilham terus terkenang, meski pejabat negara, Widjajono menolak dilayani secara khusus. "Bahkan, dia meminta kami memanggilnya "Mas" atau "Wamen," tak perlu bapak," katanya.

Begitu pula saat memesan makanan untuk persiapan di Gunung Tambora. Seusai menunaikan salat Jumat di Masjid Raya Dompu, Baiturrahman, Wamen yang tak doyan daging itu memilih memesan ekor ikan kakap, cumi, dan udang. Ikan kakap dan cumi dia minta dicampur dengan nasi, kecuali udang yang dibungkus berbeda. Wamen juga memesan sekitar 20 nasi bungkus untuk bekal anggota rombongan lainnya.

Saat di Dompu itulah, Ilham melihat tanda-tanda kelelahan di wajah pria yang pernah mendaki beberapa gunung di luar Indonesia tersebut setelah menempuh perjalanan darat dari Bima. Karena itu, dia memperkirakan Widjajono meninggal karena faktor fisik tersebut.

Faktor lain kemungkinan kekurangan oksigen. Sebab di dekat puncak Tambora, Ilham melihat beberapa anggota rombongan sempat mual-mual. Menurut informasi warga setempat, pada pagi hari angin memang berembus ke arah selatan, ke Desa Doropeti, Kecamatan Pekat, Dompu, tempat pendakian mereka. Mungkin angin membawa aroma belerang dari kawah Gunung Tambora yang mengandung CO2 dan mengurangi O2.

Sejak di Dompu, Widjajono Partowidagdo sudah terlihat lelah. Beberapa anggota rombongan yang mendaki Tambora bersama Wamen ESDM itu juga mual-mual

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News