Kesan Buruk Mahasiswa Asing soal Australia

"Saya masih masa percobaan, tapi jelas bahwa saya hanya bekerja secara gratis di sana," katanya kepada ABC.
Ketika perempuan berusia 27 tahun ini menolak bekerja selama lima jam, dia pun ditawari pembayaran untuk tiga jam waktunya.
"Pemilik kafe menyampaikan jika saya lulus masa percobaan, dia akan membayar $17 per jam, di bawah upah minimum. Saya pun menyadari harus tinggalkan tempat itu," ujar Renata.
Ia mengaku telah melaporkan kasusnya ini ke lembaga pengawas ketenagakerjaan Fair Work Ombudsman.
Kasus yang dialaminya ini, katanya, juga terjadi pada banyak mahasiswa asing di Australia.
"Saya pernah mendengar ada yang ditawari $13 per jam, ada pula yang hanya $8 per jam," katanya.
Alasan tetap berada di Australia
Menurut Profesor Bassina Farbenblum, survei ini menunjukkan mayoritas responden memiliki kesan buruk dengan perlakuan Australia terhadap mereka.
"Mayoritas mahasiswa dan backpacker internasional ini, yaitu 59 persen, mengaku pengalaman selama COVID-19 di Australia menjadikan mereka cenderung untuk tak merekomendasikan negara ini sebagai tempat kuliah atau kerja," jelasnya.
Mayoritas mahasiswa asing yang terjebak di Australia akibat pandemi virus corona mengaku tidak akan merekomendasikan negara ini sebagai tujuan untuk kuliah
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025
- Beri Kuliah Program Doktor, Bamsoet Ingatkan Pentingnya Keseimbangan Demokrasi dan Hukum
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya