Ketika Garuda Tak Terbang

Ketika Garuda Tak Terbang
Ketika Garuda Tak Terbang
Tapi, kasus Garuda ini tak boleh membuat kita kapok kepada sistem, teknologi, komputerisme, dan berbagai hal produk modernism yang membuat hidup semakin nyaman, aman, efektif dan efisien. Meskipun harus diakui, kadang ada hal-hal yang lucu, jika tidak dikatakan konyol.

Sejak banjir telepon seluler misalnya, sang ayah dan ibu mudah mengontrol putra-putrinya. Meski kadang ada yang meneleponi anaknya sampai puluhan menit, eh, ternyata si anak turun dari lantai dua di rumah mereka dan menemui orangtua yang meneleponinya di lantai dasar rumah yang sama. Di satu rumah, kok bertelepon?

Kadang handphone menjadi bos baru yang wajib dipatuhi. Meskipun seorang warga kota sudah hendak membeli barang yang ia suka di sebuah plaza, tiba-tiba menjadi batal karena si penjaga toko mencuekinya hanya karena handphone-nya berdering. Padahal yang menelepon dari jauh itu malah sedang menagih utang pula.

Kadang dalam sebuah seminar yang asyik, konsentrasi peserta terusik karena mendadak ada dering telpon genggam yang nadanya norak pula. Bahkan di atas pesawat pun, masih ada yang belum mematikan telepon selulernya meski sudah diserukan sang pramugari nan cantik.

SAYA masih menjadi jurnalis pemula di tahun 1970. Redaktur koran tempat saya bekerja meminta meliput panen nilam di Manduamas, Kecamatan Barus, Sumatera

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News