Kisah Guru Honorer, ke Sekolah Menerabas Ombak Lautan, Rp 250 Ribu per Bulan

Kisah Guru Honorer, ke Sekolah Menerabas Ombak Lautan, Rp 250 Ribu per Bulan
Dedy (berdiri) bersama siswa SMA 1 Lasolo Kepulauan, sekolah di perbatasan Sultra-Sulteng. Foto: Helmin Tosuki/Kendari Pos/JPNN.com

Sebelum di Laskep, Dedy mengajar di SMA 1 Lasolo. Statusnya sama, guru honor. Gaji, tentu tak seberapa dibanding dengan ketegangan mengarungi laut yang mesti ditempuhnya.

“Saya pulang tiap pekan di kampung saya, untuk sekadar bertemu keluarga di Wawolesea, itupun kalau cuaca lagi bagus. Kalau musim timur, kita menginap saja di Laskep,” kata Dedy, memulai cerita soal perjuangannya.

Dedy tak sendiri. Ada tujuh koleganya yang mengajar, juga dengan status honorer dan ditempatkan di Laskep. Mereka adalah Ebin Sahroni, Abdul Wawan, Sumarlin, Nini, Juminah, Erliatin dan Arista.

Lelaki berusia 28 tahun itu memangku mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, kawan-kawannya di jurusan berbeda.

Saban pekan, saat ia hendak ke Laskep, ia harus menempuh perjalanan dari kampungnya di Wawolesea, ke dermaga Kecamatan Lasolo, yang jaraknya sekira 10 kilometer.

Dari dermaga itulah, biasanya ia bersama kawan-kawannya memulai petualangan laut ke Laskep. Mereka memang berasal dari berbagai wilayah di Konut.

Sejatinya, ada akses darat bila hendak ke Laskep. Sayangnya, medannya super ekstrim. Itupun baru dibuka beberapa bulan lalu oleh pemerintah Kabupaten Konut.

Kendaraan biasa tak bisa menembus jalur ini karena baru tahapan pengupasan jalan alias membuka bukit-bukit. Apalagi di musim penghujan seperti sekarang, sama saja cari perkara bila nekad melintasi jalur darat.

Dedy Herysman Khalik dan kawan-kawannya mengajar di daerah terpencil, di Lasolo Kepulauan (Laskep), Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News