Kisah Guru Honorer, ke Sekolah Menerabas Ombak Lautan, Rp 250 Ribu per Bulan

Kisah Guru Honorer, ke Sekolah Menerabas Ombak Lautan, Rp 250 Ribu per Bulan
Dedy (berdiri) bersama siswa SMA 1 Lasolo Kepulauan, sekolah di perbatasan Sultra-Sulteng. Foto: Helmin Tosuki/Kendari Pos/JPNN.com

Sudah menantang maut ke Laskep, jasa Dedy dan kawan-kawannya hanya bisa dihargai negara dengan amat terbatas. Sejam mengajar diganjar Rp 10 ribu.

Bila dikumulasi, sebulan ia bisa membawa pulang duit Rp 250 ribu. Ada juga yang bisa dapat Rp 350 ribu sebulan, tergantung jam mengajar.

Tapi nilai itu seringkali tak sebanding dengan pengeluaran para honorer ini. “Kita sewa perahu warga kalau mau ke Laskep,” tukasnya.

Meski honornya minim, alumnus Unhalu –sekarang UHO-tahun 2011 ini tak patah semangat.

Keinginannya untuk bisa mencerdaskan generasi muda di wilayah Laskep yang rata-rata didominasi warga Bajo menjadi motivasinya.

“Kalau mau dihitung antara honor yang diberikan dan pengeluaran. Lebih banyak pengeluaran. Karena kadang kita harus menyewa kapal warga yang akan ke Laskep sebesar 20 ribu hingga 50 ribu sekali jalan. Tapi ini panggilan jiwa,” katanya.

Alumni FKIP itu mengisahkan kehidupan mengajar di daerah yang serba terbatas sarana dan prasarana, ditambah dengan kemauan peserta didik yang dianggap minim, jadi tantangan tersendiri baginya. Ia harus ikut membujuk orang tua siswa akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.

"Ini yang membedakan mengajar di sekolah daratan dengan kepulauan. Kemauan peserta didik sangat rendah untuk sekolah,” kisah Dedy.

Dedy Herysman Khalik dan kawan-kawannya mengajar di daerah terpencil, di Lasolo Kepulauan (Laskep), Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News