Kisah Mantan Dosen yang Hidup Bersama Suku Anak Dalam di Hutan Belantara

Kisah Mantan Dosen yang Hidup Bersama Suku Anak Dalam di Hutan Belantara
ANTROPOLOG SEJATI: Jusiah Ari Abdi (tengah) bersama warga suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, beberapa saat lalu. FOTO: MUAWWIN/JAMBI INDEPENDENT/JPG

jpnn.com - Jusiah Ari Abdi sudah satu dekade tinggal bersama suku Anak Dalam. Selama itu pula dia mengaku belajar banyak dari adat dan budaya mereka. Misalnya, dalam cara mendidik anak. 

-------------------

KORAN yang dibeli sang istri, Rosalina Sihotang, itu tergeletak di meja rumah. Jusiah Ari Abdi menyambarnya tanpa ada maksud mencari berita tertentu. 

Satu per satu halaman dia buka sampai akhirnya tertumbuk ke sebuah iklan lowongan. Di sana tertulis bahwa Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi membutuhkan tenaga pendamping untuk ditempatkan bersama suku Anak Dalam di belantara Jambi.

”Saya langsung tertarik dengan lowongan itu,” kenang Abdi tentang peristiwa yang mengubah hidupnya satu dekade silam lalu tersebut kepada Jambi Independent (Jawa Pos Group).

Ketika itu hidup Abdi sebenarnya sudah lumayan mapan. Sarjana antropologi lulusan Universitas Sam Ratulangi, Manado, tersebut mengajar di Universitas Sriwijaya, Palembang. Meski statusnya masih honorer, pendapatannya mencukupi. 

Tapi, iklan itu seperti memanggil jiwanya sebagai seorang antropolog. Dia segera berkonsultasi dengan sang istri. Rosalina ternyata mendukung penuh keinginannya tersebut. ”Saya kirim lamaran, lalu di terima. Berangkatlah saya ke Jambi,” katanya. 

Hidupnya pun berubah sejak itu. Dari seorang dosen dengan jadwal pekerjaan tetap dan menuntutnya untuk selalu tampil rapi menjadi seorang nomad di tengah hutan. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News